Selasa, 09 Februari 2016

Sastra Lisan Betawi

Sastra Lisan Betawi adalah salah satu khazanah budaya bangsa Indonesia. Untuk itu menjadi kewajiban kita semua untuk membina, mengembangkan, melestarikan, serta memanfaatkan sehingga menjadikan sesuatu yang penuh dengan makna.

Dalam melestarikan budaya, omong kosong bila tanpa diusahakan pengembangannya yang menjadikan budaya tradisi penuh makna karena cerita di dalamnya mengandung dan masing-masing membawa pesan.

Di sinilah dituntut kemampuan seniman dalam mengemas pesan dalam bentuk cerita yang dituturkan, berbeda dengan sastra tulis menyampaikan pesan melalui tulisan. Tinggal bagaimana kemasannya.

Sebagaimana dengan Shohibul Hikayat yang bercirikan nuansa Timur Tengah, ceritanya bisa disisipkan tentang pendidikan, dakwah, dan hiburan asalkan dari cerita satu ke cerita lainnya saling bersambungan. Seperti misalnya cerita Lutung Kasarung bukan Shohibul Hikayat, tetapi cerita Buleng.

beta

Buleng itu sendiri termasuk seni tutur Betawi yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Betawi serta didalamnya disisipi pantun Sunda.

Selain itu ada juga Rancag yang berbentuk pantun/syair berkait, walaupun tidak memakai Gambang Kromong terkecuali Gambang Rancag yang harus diiringi oleh Gambang Kromong.
“Kesemuanya itu adalah “maha karya” para pendahulu seniman Betawi yang memang penuh dengan kreatifitas tersendiri,” (19 Oktober 2015, Rachmat Ruchiat)

Dengan demikian kesenian tradisi warisan para leluhur kalau tidak dikembangkan akan mati, sudah semestilah kesenian tradisi, khususnya seni sastra lisan Betawi ini harus tetap eksis. Pengembangan itu sendiri mempunya dua arti yaitu merubah bentuk/menyempurnakan bentuk sesuai jaman dan menyebarluaskan.

Bukan hanya bentuknya saja, tapi harus disebarluaskan sesuai jamannya asalkan tetap berpegang teguh pada tradisi leluhur, artinya bahwa tidak menghilangkan tradisi yang ada,” (19 Oktober 2015, Rachmat Ruchiat)

Yahya Andi Saputra Tokoh Penerus Shohibul Hikayat 

beta3

Shohibul Hikayat adalah seni pelipur lara (Melayu) dan dapat diartikan yaitu Shohib yang artinya Si Tukang/Punya dan Hikayat yang berarti Cerita, jika digabungkan dapat berarti Si Tukang/Punya Cerita.

“Sebagaimana Stand Up Comedy yang sedang booming dan dapat pula kita sebut Hikayat yang disampaikan dan diambil dari Shohibul Hikayat bagian-bagian humornya saja. Atau bisa juga dikatakan bahwa Stand Up Komedi adalah Shohibul Hikayat Banyolan,” (17 Oktober 2015, Yahya Andi Saputra)

Namun bila kembali kita berbicara mengenai Shohibul Hikayat lengkap, kita dapat melihat atau pun membaca naskah-naskah Hikayat yang ditulis oleh Muhammad Bakir sekitar tahun 1800-an yang berjumlah 40 Hikayat. Diantara Hikayat tersebut adalah Hikayat Lakon Jaka Sakura, Hikayat Asal Mulanya Wayang, Syair Cerita Wayang, Wayang Atjuna, Hikayat Purusara, Hikayat Seri Rama, serta Hikayat Syekh Abdulkadir Jaelani.

Shohibul Hikayat bisa dikembangkan (eksplorasi) dengan menggunakan nyanyian atau pun pantun dan dengan bahasa “alay” asalkan jangan “lebay” serta mengalir sesuai perkembangan yang ada, fleksibel sesuai kondisi.

“Selain itu, pewarisan Shohibul Hikayat di sekolah harus ada modul dan kurikulum. Namun demikian tidak seluruhnya dapat memadai karena sesuai dengan kemampuan individu penyampai Hikayat tersebut,” (17 Oktober 2015, Yahya Andi Saputra)

Dalam kebudayaan Indonesia kita mengenal beberapa folklore yang sudah mendarah daging dan menjadi ciri khas budaya di tanah air. Folklore adalah budaya yang terus berkembang di dalam masyarakat diantaranya : Folklore Dance, Folklore Musik, Folklore Teater. Folklore yang jarang sekali kita temui pada masa kini yaitu sastra lisan atau teater tutur yang menjadi cikal bakal dari kesusastraan bahasa Indonesia.

Sebagaimana sastra lisan atau teater tutur Betawi yang menyuguhkan tontonan menjadi tuntunan, diantaranya : Buleng, Shohibul Hikayat, Gambang Rancag, Jantuk. Dan sastra lisan atau teater tutur Betawi tersebut sudah jarang ditampilkan atau hilang tergerus kemajuan jaman.

“Oleh karena itu mari kita semua bersama untuk terus menggali dan berupaya membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan sastra lisan tersebut. Sebab seni sastra lisan Betawi dapat menjadi alternatif profesi dan juga bisa bermanfaat untuk wadah berbagi ilmu dan berbagi kebaikan,” (17 Oktober 2015, Atien Kisam)

Nyadran Tradisi Budaya Nelayan Memiliki Kearifan Lokal

Published On: Wed, Aug 12th, 2015

Nyadran Tradisi Budaya Nelayan Memiliki Kearifan Lokal

NELAYAN biasa melaksanakan kegiatan melaut itu harus ada “basa-basi” kepada laut. Artinya Allah SWT menciptakan dunia ini dengan berbagai macam isinya, termasuk manusia di darat, makhluk hidup yang di laut, makhluk-makhluk lain yang tidak keliatan/ghoib itu ada. Jadi paling tidak kita sebagai manusia telah diajarkan tata krama, mungkin tata krama kita seperti ini.

Nyadran Tradisi Budaya Nelayan2

Demikian pernyataan Suaeb Mahbub, Koordinator Nelayan Marunda Kepu (09/08/2015) disela kegiatan “nyadran” sedekah laut masyarakat kampung nelayan Marunda Kepu, RT 008/07, Marunda, Jakarta Utara.

Dijelaskannya bahwa mungkin saja kalau kita mau masuk ke kampung/wilayah orang itu ada Presiden, ada Menteri, ada Gubernur, ada Bupati, ada Walikota, ada Camat, ada Lurah, ada RT, ada RW. Paling tidak kita harus melewati dan bahkan menghormati pos-pos tertentu.

“Dan itulah barangkali bahwa setiap kita mau jalan atau keluar kampung harus menghormati semua tetua kampung yang akan ditinggalkan, yaitu lingkungan sekitar kita dengan bebacaan tahlil, takbir, tahmid, memohon restu,” jelasnya.

Nyadran Tradisi Budaya Nelayan

Menurutnya bahwa “nyadran” itu berasal dari kata nazar, dan nazar itu suatu janji, serta janji itu adalah hutang, dan hutang itu harus dibayar. Jika nelayan itu berkah mereka mempunyai kewajiban menyelenggarakan sedekah laut atau biasa disebut “nyadran” dan suatu tradisi budaya nelayan dimana setiap pantai memiliki kearifan lokal yang biasanya dihormati pada setiap tempat penangkapan ikan.

“Jadi persoalannya disini kita melakukan adat dan tradisi nyadran yang merupakan sebuah kewajiban nelayan yang diucapkan sebelum memulai menangkap ikan,” ungkap Suaeb Mahbub yang juga sebagai Pemuda Pelopor Kebaharian Kemenegpora RI dengan tegas.

Ditambahkannya bahwa Allah SWT menciptakan alam ini dengan berbagai macam makhluk yang nyata maupun yang tidak kelihatan atau yang disebut makhluk alam ghoib. Disetiap sudut, ruang Allah menciptakan makhluk-makhluk dengan jumlah jutaan bahkan trilyunan. Wallahua’lam bisshowab, hanya Allah yang mengetahui. Jadi “nyadran” ini merupakan adat dan kebiasaan atau biasa disebut tata krama.

Nyadran Tradisi Budaya Nelayan1

“Seperti itulah adat tradisi dan tata krama nelayan di Kampung Nelayan Marunda Kepu yang sangat menghargai dan menghormati nilai-nilai budaya kearifan lokal,” imbuhnya. (ziz/gr)

Teks foto: Kegiatan “nyadran” sedekah laut masyarakat kampung nelayan Marunda Kepu (ziz)

Yahya Andi Saputra Penurus Shohibul Hikayat Seni Pelipur Lara

Published On: Tue, Oct 13th, 2015

Yahya Andi Saputra Penurus Shohibul Hikayat Seni Pelipur Lara

ABDUL Kodir anak Bapak Abdul Salam yang kaya raya di masa Kerajaan Jayakarta. Singkat cerita, Abdul Kodir yang baru berusia 7 tahun sangat suka dengan binatang kucing. Sampai-sampai Abdul Kodir memelihara hingga 73 ekor binatang kucing dan yang paling didemenin adalah binatang kucing belang tiga yang udah dikebiri. Konon menurut orang Betawi, binatang kucing belang tiga yang udah dikebiri sangatlah sakti.

Yahya Andi Saputra Penurus Shohibul Hikayat Seni Pelipur Lara-1
Yahya Andi Saputra (ziz)

Begitulah penggalan Hikayat Abdul Kodir yang disampein Bang Yahya Andi Saputra tokoh Shohibul Hikayat yang belum lama menerima Anugerah Budaya Kemendikbud RI melalui Dirjen Kebudayaan sebagai pelestari seni budaya tersebut pada kegiatan Revitalisasi Shohibul Hikayat yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI mulai 12 – 17 Oktober 2015 di Gedung Pusat Laboratorium Tari & Kesenian Karawitan Condet, Jl Balai Rakyat No 64 Balekambang, Condet, Jakarta Timur.

Turut hadir Bang Atien Kisang (Praktisi Seni Betawi), Nasir Mupid (Praktisi Seni Betawi), Panitia Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI, mahasiswa/I UHAMKA dan pelaku seni lainnya sebagai peserta kegiatan tersebut.

Disela kegiatan Bang Yahya Andi Saputra mengatakan bahwa Shohibul Hikayat adalah seni pelipur lara (Melayu) dan dapat diartikan yaitu Shohib yang artinya Si Tukang/Punya dan Hikayat yang berarti Cerita, jika digabungkan dapat berarti Si Tukang/Punya Cerita.

“Sebagaimana Stand Up Comedy yang sedang booming dan dapat pula kita sebut Hikayat yang disampaikan dan diambil dari Shohibul Hikayat bagian-bagian humornya saja. Atau bias juga dikatan bahwa Stand Up Komedi adalah Shohibul Hikayat Banyolan,” ujarnya.

Yahya Andi Saputra Penurus Shohibul Hikayat Seni Pelipur Lara
Yahya Andi Saputra Penurus Shohibul Hikayat Seni Pelipur Lara (ziz)

Namun bila kembali kita berbicara mengenai Shohibul Hikayat lengkap, kita dapat melihat atau pun membaca naskah-naskah Hikayat yang ditulis oleh Muhammad Bakir sekitar tahun 1800-an yang berjumlah 40 Hikayat. Diantara Hikayat tersebut adalah Hikayat Lakon Jaka Sakura, Hikayat Asal Mulanya Wayang, Syair Cerita Wayang, Wayang Atjuna, Hikayat Purusara, Hikayat Seri Rama, serta Hikayat Syekh Abdulkadir Jaelani.

Shohibul Hikayat bisa dikembangkan (eksplorasi) dengan menggunakan nyanyian atau pun pantun dan dengan bahasa “alay” asalkan jangan “lebay” serta mengalir sesuai perkembangan yang ada, fleksibel sesuai kondisi.

“Selain itu, pewarisan Shohibul Hikayat di sekolah harus ada modul dan kurikulum. Namun demikian tidak seluruhnya dapat memadai karena sesuai dengan kemampuan individu penyampai Hikayat tersebut,” katanya. (ms/ziz/gr)

Merevitalisasi Shohibul Hikayat, Sastra Lisan Betawi Yang Kian Punah

Published On: Mon, Oct 19th, 2015

Merevitalisasi Shohibul Hikayat, Sastra Lisan Betawi Yang Kian Punah

Pertunjukan Shohibul Hikayat berjudul Hikayat Abu Wahmi Garapan Bang Atien Kisam
Pertunjukan Shohibul Hikayat berjudul ‘ Hikayat Abu Wahmi’ Garapan Bang Atien Kisam (Mat Tani Gendut)

BETAWI punya sastra lisan, satu diantaranya Shohibul Hikayat. Pertunjukan teater rakyat ini sudah sangat jarang ditampilkan. Sahibul hikayat adalah salah satu sastra lisan betawi yang berasal dari timur tengah. Sedang arti sohibul hikayat sendiri berasal dari bahasa arab, yang berarti yang ‘yang mpunya cerita’.

Sumber cerita yang dibawakan oleh sahibul hikayat di antaranya dari kisah – kisah persia, seperti kisah seribu satu malam, Nurul laila, Alfu Lail wal lail. Pembawa cerita sahibul hikayat yang cukup terkenal ada H. sofyan Jait, yang merupakan juga anak dari muhammad jait yang juga pembawa cerita sohibul hikayat yang wafat tahun 1970.

Dalam Revitalisasi Shohibul Hikayat Pusat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, mengangkat ringkasan ‘Hikayat Abu Wahmi’ garapan Bang Atien Kisam bersama Bang Yahya Andi Saputra dan dibantu Bang Nasir Mupid, Abdul Aziz, serta Bang Ivan Ndut yang dipentaskan oleh para peserta Revitalisasi Shohibul Hikayat Pusat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (17/10/2015) di Gedung Pusat Laboratorium Tari & Kesenian Karawitan Condet, Jl Balai Rakyat No 64 Balekambang, Condet, Jakarta Timur, membuktikan bahwa peminat sastra lin masih banyak.

Pementasan tersebut dibuka oleh dua orang peserta yaitu Muhamad Jalaludin membawakan Hikayat ‘Ma’ruf Eskape’ dan Adni membawakan Hikayat ‘Nenek Mawar’ yang sangat memukau penonton yang sebagian besar anak-anak itu hingga terpancing untuk terlibat langsung dalam pentas tersebut.

Sastra lisan atau teater tutur Betawi yang menyuguhkan tontonan menjadi tuntunan, diantaranya Buleng, Shohibul Hikayat, Gambang Rancage, Jantuk. Dan sastra lisan atau teater tutur Betawi tersebut sudah jarang ditampilkan atau hilang tergerus kemajuan jaman.

“Mari kita semua bersama untuk terus menggali dan berupaya membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan sastra lisan tersebut. Sebab seni sastra lisan Betawi dapat menjadi alternatif profesi dan juga bisa bermanfaat untuk wadah berbagi ilmu dan berbagi kebaikan,” kata praktisi seni budaya Betawi Bang Atien Kisam, sela-sela pertunjukan. (mtg/ziz)

Sha Ine Febriyanti Terharu Keagungan Cut Nyak Dien

Published On: Fri, Nov 27th, 2015

Sha Ine Febriyanti Terharu Keagungan Cut Nyak Dien

Sha Ine Febriyanti 

KEMENTERIAN Pemuda dan Olahraga melalui Asisten Deputi Kepeloporan Pemuda – Deputi Bidang Pengembangan Pemuda, menyelenggarakan kegiatan Coaching Clinic Monolog Cut Nyak Dien yang telah dipentaskan (25/11) oleh Sha Ine Febriyanti di Gedung Kesenian Jakarta dalam rangka “Membangun Semangat Kepeloporan Pemuda Untuk Revolusi Mental” sebagai
salah satu upaya pengembangan potensi pemuda khususnya kepeloporan pemuda.


“Cut Nyak Dien itu seorang perempuan yang begitu agung, sehinggasangat sulit melampaui keagungan beliau yang begitu besar serta harus menghidupkan karakter beliau yang sangat agung.


Dan hal tersebut sangat membutuhkan proses panjang,” ungkap Sha Ine Febriyanti disela
kegiatan Coaching Clinic Monolog Cut Nyak Dien (26/11) di Ruang Teater Wisma Menpora RI Senayan Jakarta yang dihadiri oleh Asdep Kepeloporan Pemuda – Deputi Bid. Pengembangan Pemuda serta Badan Eksekutif Mahasiswa dan Forum Pemuda Betawi.


Menurutnya pendalaman karakter Cut Nyak Dien sangatlah rumit, sejak pertama kali tampil di Galeri Indonesia dipentaskan dengan dramatic reading, dengan skrip yang terdiri dari 7 (tujuh) babak.


“Namun setelah itu dipentaskan ke 2 (dua) kalinya di Magelang baru dibawakan secara Monolog,” tegasnya.


Membawakan tokoh Cut Nyak Dien tidaklah mudah karena saya bukan orang Aceh, saya tidak bisa bahasa Aceh, dan saya tidak mengerti dan belum pernah ke Aceh. Lalu saya kumpul dan ngobrol bareng dengan seniman/budayawan Aceh, dan disitulah saya mendapatkan sedikit ciri khas masyarakat Aceh.


“Saya ucapkan terima kasih kepada Kemenpora RI yang sudah memberikanruang sangat besar dan suatu kehormatan dengan memberikan kesempatan pentas di GKJ. Ini sudah yang ke 6 kali dipentaskan, sebelumnya pentas di Balairung di Magelang dengan menyulap gedung, sound, ruang yang detil.


“Dan mohon doa restunya bahwa Insya Allah pada Desember 2015 nanti Monolog Cut Nyak Dien akan pentas di tanah kelahirannya Provinsi Aceh,” imbuhnya. (ziz)

Sohibul Hikayat Seni Pelipur Lara

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Abdul Kodir anak Bapak Abdul Salam yang kaya raya di masa Kerajaan Jayakarta. Singkat cerita, Abdul Kodir yang baru berusia 7 tahun sangat suka dengan binatang kucing. Sampai-sampai Abdul Kodir memelihara hingga 73 ekor binatang kucing dan yang paling didemenin adalah binatang kucing belang tiga yang udah dikebiri. Konon menurut orang Betawi, binatang kucing belang tiga yang udah dikebiri sangatlah sakti.

Begitulah penggalan Hikayat Abdul Kodir yang disampein ama Bang Yahya Andi Saputra tokoh Shohibul Hikayat yang belum lama menerima Anugerah Budaya Kemendikbud RI melalui Dirjen Kebudayaan sebagai pelestari seni budaya tersebut pada kegiatan Revitalisasi Shohibul Hikayat yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI mulai 12 – 17 Oktober 2015 di Gedung Pusat Laboratorium Tari & Kesenian Karawitan Condet, Jl Balai Rakyat No 64 Balekambang, Condet, Jakarta Timur.

Turut hadir Bang Atien Kisang (Praktisi Seni Betawi), Nasir Mupid (Praktisi Seni Betawi), Panitia Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI, mahasiswa/I UHAMKA dan pelaku seni lainnya sebagai peserta kegiatan tersebut.

Disela kegiatan Bang Yahya Andi Saputra mengatakan bahwa Shohibul Hikayat adalah seni pelipur lara (Melayu) dan dapat diartikan yaitu Shohib yang artinya Si Tukang/Punya dan Hikayat yang berarti Cerita, jika digabungkan dapat berarti Si Tukang/Punya Cerita.

“Sebagaimana Stand Up Comedy yang sedang booming dan dapat pula kita sebut Hikayat yang disampaikan dan diambil dari Shohibul Hikayat bagian-bagian humornya saja. Atau bias juga dikatan bahwa Stand Up Komedi adalah Shohibul Hikayat Banyolan,” ujarnya.

Namun bila kembali kita berbicara mengenai Shohibul Hikayat lengkap, kita dapat melihat atau pun membaca naskah-naskah Hikayat yang ditulis oleh Muhammad Bakir sekitar tahun 1800-an yang berjumlah 40 Hikayat. Diantara Hikayat tersebut adalah Hikayat Lakon Jaka Sakura, Hikayat Asal Mulanya Wayang, Syair Cerita Wayang, Wayang Atjuna, Hikayat Purusara, Hikayat Seri Rama, serta Hikayat Syekh Abdulkadir Jaelani.

Shohibul Hikayat bisa dikembangkan (eksplorasi) dengan menggunakan nyanyian atau pun pantun dan dengan bahasa “alay” asalkan jangan “lebay” serta mengalir sesuai perkembangan yang ada, fleksibel sesuai kondisi.

“Selain itu, pewarisan Shohibul Hikayat di sekolah harus ada modul dan kurikulum. Namun demikian tidak seluruhnya dapat memadai karena sesuai dengan kemampuan individu penyampai Hikayat tersebut,” imbuhnya. (ms/ziz)

Shohibul Hikayat Menyuguhkan Tontotan Menjadi Tuntunan

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Dalam kebudayaan Indonesia kita mengenal beberapa folklore yang sudah mendarah daging dan menjadi ciri khas budaya di tanah air. Folklore adalah budaya yang terus berkembang di dalam masyarakat diantaranya : Folklore Dance, Folklore Musik, Folklore Teater. Folklore yang jarang sekali kita temui pada masa kini yaitu sastra lisan atau teater tutur yang menjadi cikal bakal dari kesusastraan bahasa Indonesia.

Demikian pernyataan Bang Atien Kisam, praktisi seni budaya Betawi disela pertunjukan Shohibul Hikayat berjudul Hikayat Abu Wahmi hasil Revitalisasi Shohibul Hikayat (17/10) di Gedung Pusat Laboratorium Tari & Kesenian Karawitan Condet, Jl Balai Rakyat No 64 Balekambang, Condet, Jakarta Timur.

Turut hadir Bapak Rohim, Ibu Wanti, panitia penyelenggara Revitalisasi Shohibul Hikayat Pusat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa beserta jajarannya, Bang Yahya Andi Saputra, praktisi seni budaya Betawi, Nasir Mupid, praktisi seni budaya Betawi, Abdul Aziz, pemerhati seni budaya Betawi, serta para peserta dari UHAMKA Pasar Rebo dan Komunitas Seni Se DKI Jakarta.

Dijelaskannya bahwa sebagaimana sastra lisan atau teater tutur Betawi yang menyuguhkan tontonan menjadi tuntunan, diantaranya : Buleng, Shohibul Hikayat, Gambang Rancage, Jantuk. Dan sastra lisan atau teater tutur Betawi tersebut sudah jarang ditampilkan atau hilang tergerus kemajuan jaman.

“Oleh karena itu mari kita semua bersama untuk terus menggali dan berupaya membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan sastra lisan tersebut. Sebab seni sastra lisan Betawi dapat menjadi alternatif profesi dan juga bisa bermanfaat untuk wadah berbagi ilmu dan berbagi kebaikan,” jelasnya.

Dikesempatan yang sama Bapak Rohim, panitia penyelenggara Revitalisasi Shohibul Hikayat Pusat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengatakan bahwa kegiatan ini memang sangat menyita waktu para peserta dan juga pengajar. Namun demikian kegiatan tersebut adalah salah satu bentuk kepedulian kami dalam rangka turut serta melestarikan dan mengembangkan Shohibul Hikayat ditengah masyarakat. Dan Insya Allah pada tahun 2016 nanti, kegiatan Kebetawian akan menjadi skala prioritas terprogram Pusat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berbasis komunitas.

“Oleh karena itu diharapkan kepada peserta untuk menjadikan kegiatan tidak hanya seremonial saja, tapi dapat ditindaklanjuti hingga membuat suatu komunitas dari hasil kegiatan ini,” harapnya

Bu Wanti, panitia penyelenggara Revitalisasi Shohibul Hikayat Pusat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengucapkan selamat dan sukses, semoga Shohibul Hikayat manfaat bagi semua serta dapat menjadi corong budaya masyarakat Jakarta. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama dalam membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan seni budaya Betawi khususnya sastra lisan Betawi Shihibul Hikayat yang merupakan khazanah budaya bangsa.

“Dan mudah-mudahan Shohibul Hikayat membumi di Betawi,” tandasnya. (mtg/ziz)

Sastra Lisan Betawi Khazanah Budaya Bangsa

Teks Foto : Peserta Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar. (Ahmad Jalaludin/radarindonesianews.com)

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Sastra Lisan Betawi adalah salah satu khazanah budaya bangsa yang menjadi suatu kewajiban kita semua untuk membina, mengembangkan, , serta memanfaatkan sehingga menjadikan sesuatu yang
penuh dengan makna.

Dalam rangka upaya meningkatkan pembinaan dan pengembangan seni bagi pelaku, Unit Pengelola Pusat Pelatihan Seni Budaya menyelenggarakan Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar pada tanggal 19-30 Oktober 2015 waktu 09.00 s.d 15.00 WIB bertempat di Satuan Pelayanan
Latihan Seni Budaya, Jl. Asem Baris No. 100 Kebon Baru Jakarta Selatan.

I Gusti Bagus Sutarta, Kepala Unit Pengelola Pelatihan Seni Budaya membuka langsung kegiatan tersebut dengan didampingi Heri dan Acha, sebagai panitia penyelenggara. Kali ini dalam pengajarannya dibimbing oleh seniman, budayawan, dan sejarahwan yang berkompeten di bidangnya masing-masing, seperti Rachmat Ruchiat, Yahya Andi Saputra, Atien Kisam, Heryus Saputra, Abdul Aziz, Sabar Bokir, Yoyik Lembayung serta para peserta Siswa/I SMK 57, SMK 28 Oktober, dan Komunitas Seni Betawi.

Disamping itu, para peserta pun masing-masing turut serta dalam menampilkan kebolehannya menyampaikan sebuah cerita. Ahmad Jalaludin membawakan cerita Hikayat Ma’ruf Eskape, Siswi SMK 28 Oktober dengan cerita Hikayat Teman, Siswi SMK Al Hidayah Lestari menampilkan cerita Hikayat Romlih Juleha.

Dalam melestarikan budaya, omong kosong bila tanpa diusahakan pengembangannya yang menjadikan budaya tradisi penuh makna karena cerita didalamnya mengandung dan masing-masing membawa pesan.

Disinilah dituntut kemampuan seniman dalam mengemas pesan dalam bentuk cerita yang dituturkan, berbeda dengan sastra tulis menyampaikan pesan melalui tulisan. Tinggal bagaimana kemasannya. (ziz)

Seni Budaya Betawi Pernah Berjaya Pada Festival Seni Budaya Tradisi Nusantara

Budaya Betawi.[aziz/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Seni budaya Betawi harus berkompetisi dengan budaya-budaya luar dan modern. Akibatñya seni budaya Betawi semakin tertinggal dari budaya-budaya modern-hedonis. Menyikapi hal tersebut, Bidang Pengkajian dan Pengembangan Seni Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta bersama dengan para praktisi, pengajar, serta Siswa/I SMKN 13 Jakarta Barat menyelenggarakan kegiatan Eksperimentasi Seni Budaya Betawi Tahun 2015, diantaranya Pencak Silat Aliran Sabeni Tanah Abang, Zapin, Topeng Blantek.

Pada tahun 1977-1982 Aliran Silat Sabeni Tanah Abang telah beberapa kali melahirkan  garapan-garapan yang didiiringi dengan musik sambrahnya Bang Ali Sabeni yang sungguh sangat menarik.

“Pada Festival seni budaya tradisi nusantara Silat Aliran Sabeni Tanah Abang selalu saja senantiasa mendapatkan nomor-nomor atas, kalau tidak juara 1 ya juara 2,” jelas Drs. Yahya Andi Saputra, Tokoh Sastra Lisan Betawi, (6/10) disela kegiatan Eksperimentasi Seni Budaya Betawi Tahun 2015, di Gedung Pusat Laboratorium Tari & Kesenian Karawitan Condet, Jl Balai Rakyat No 64 Balekambang, Condet, Jakarta Timur.

Dikesempatan yang sama, Muhamad Taher, Seniman Sastra Arab mengatakan bahwa dalam gerakan dahifa jangan ada gerakan gemulai “perempuan” karena keluar dari aslinya, kecuali gerakan zapin dan sarah itu boleh. Gerakan dahifa, zapin dan sarah adalah aslinya dari negeri Yaman Hadromaut dibawa ke Indonesia oleh penyebar Islam setelah periode dakwah Walisongo yang berdakwah dengan cara mengikuti budaya asli setempat.

“Tapi setelah kedua periode tersebut, para Habaib membawa khas mereka dari Yaman Hadromaut ke Indonesia,” ungkapnya.

Atien Kisam, Koreografer dan Sutradara Seni Pertunjukan, lebih menekankan kepada proses latihan yang sangat mempengaruhi kwalitas pertunjukan. Karena kalau proses latihannya digarap serius akan terlihat tingkat pematangan dari pemainnya, keenjoyan dalam penampilannya.

“Produk seni budaya setelah dikemas menjadi sebuah pertunjukan harus power full dalam bermain, musik pengiring yang asik, dan permainan komposisi yang apik dengan mengisi segala ruang yang ada di panggung,” tegasnya.

Menurut Rachmat Ruchiat, Sejarahwan Betawi bahwa masing-masing seni budaya tradisi Betawi punya ciri khas atau pakem tersendiri, khususnya pada seni teater tradisi Betawi punya ciri khas atau pakem sendiri-sendiri dan terutama sekali dalam hal musik  pengiringnya.

Lenong mempunyai ciri khas atau pakem dengan musik pengiring Gambang Kromong, Topeng Betawi ciri khas atau pakem dengan musik pengiring Gamelan Kecil atau Gamelan Topeng.

“Namun, Topeng Blantek musik pengiringnya bisa apa saja, misalnya dengan musik Rebana Biang,” imbuhnya. (ziz)

Dalam Mengelola Seni, Masyarakat Harus Terlibat


A Kasim Achmad, Bdaayawa.[ziz/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - A Kasim Achmad mengatakan bahwa birokrasi seni itu orang pemerintah yang mengelola kegiatan seni, tidak usah orang yang langsung menjadi pelaku seni dia pengelola. Dan dia harus mendalami seni itu sendiri, karena dalam mengelola seni itu harus mempunyai integritas yang tinggi terhadap seni itu sendiri.

“Dimana harus melibatkan masyarakat seni dalam mengelola seni,” ungkapnya kepada wartawan, disela kegiatan Silaturahmi Seni kerjasama institut Kesenian Jakarta dengan Kemendikbud RI dalam rangka temu kangen bersama tokoh dan pemerhati teater tradisional A Kasim Achmad, (11/11) di Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur No. 14, Gambir.

Menurutnya semua hal itu harus ada itikad baik kepada pimpinan kita dalam memperhatikan kehidupan seni di Indonesia. Dan selain itu juga bagaimana kita mengelola masyarakat untuk tertarik menonton pertunjukan seni.

“Karena pertunjukan seni itu sangat tergantung dengan penontonya,” tegasnya.

Ditambahkannya bahwa sekarang dalam melihat kondisi seni tradisi di Jakarta memang sangatlah miris, karena sangat tergantung dengan masyarakat Jakarta itu sendiri dalam memelihara seni tradisi yang ada di Jakarta. Dan harus diberikan kesadaran mencintai seni tradisi terhadap masyarakat Jakarta.

“Karena masyarakat Jakarta kebanyakan adalah masyarakat urban yang memang kurang begitu peduli dengan kehidupan seni tradisi,” imbuhnya. (ziz)

Bamus Betawi Jadikan Masyarakat Jakarta Warga Betawi

Ketua Umum Bamus Betawi H. Djan Faridz (Kedua dari kanan/ziz)
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Bamus Betawi H. Djan Faridz mengemukakan bahwa Bamus Betawi harus bermanfaat bagi sekelilingnya dan cinta kepada masyarakat Betawi. Oleh karena itu maka Ormas Betawi dibutuhkan untuk memperjuangkan dan menyuarakan Bamus Betawi di tengah-tengah masyarakat.

“Banyak pekerjaan besar yang menanti kita, dengan demikian Bamus betawi wajib sampai ke tingkat Kelurahan. Kita jadikan warga di Kelurahan menjadi warga Betawi melalui pendekatan seni budaya Betawi dengan menghidupkan seni budaya Betawi sampai tingkat Kelurahan,” ungkapnya disela kata sambutannya dalam kegiatan Rapat Kerja II Bamus Betawi (28/12) di Hotel Sahid Jakarta Pusat yang dihadiri oleh Ketua Majelis Tinggi H. Edy Nalapraya beserta jajarannya, Fungsionaris Bamus Betawi, dan Ketua Umum 98 Ormas Betawi.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa Betawi sekarang sepertinya tidak terlihat kompak, maka dari itu mulai dari tingkat Kelurahan Bamus Betawi harus bikin perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, lomba seni budaya Betawi bernuansa Islami dan segera membentuk Departemen seni budaya secara khusus.

Dengan demikian begitu pentingnya Ormas tingkat Kelurahan. Bamus Betawi harus segera membuat undangan rutin diskusi bulanan Bamus Betawi sambil konsolidasi, karena Betawi harus mengakar. Namun demikian hal tersebut tidaklah gampang dan tidaklah mudah.

“Mulailah sekarang Bamus Betawi jangan membunuh embrio Ormas Betawi, tetapi harus dihidupkan,” tegasnya.

Dalam hal pengembangan seni budaya Betawi sangatlah urgent dan kejar tayang demi memberikan pengetahuan kebetawian kepada aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai ke tingkat kelurahan.

“Pemimpin di Jakarta harus kenal dengan masyarakat Betawi melalui seni budaya Betawi,” imbuhnya. (ziz)

Penampilan Hasil Karya Peserta Pelatihan Seni Rupa Tahun 2015

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Ka Unit Pelayanan Latihan Kesenian Jakarta Selatan, Heri yang sekaligus panitia kegiatan mengatakan bahwa pelatihan ini merupakan salah satu seni yang diminati oleh publik dan ini merupakan pelatihan terakhir di tahun 2015 yang terdiri dari pelatihan membatik dan tata rias. Terima kasih disampaikan kepada para pengajar yang dengan tekun dan sabar dalam membimbing para peserta selama ini.

“Nanti akan ditampilkan hasil dari pelatihan seni rupa oleh para peserta diatas panggung,” tegasnya.

Turut hadir Ka UP Pusat Pelatihan Seni Budaya, Budianto, beserta jajarannya, Ka Unit Pelayanan Latihan Kesenian Jakarta Selatan, Heri, beserta jajarannya, Pengajar Institut Kesenian Jakarta, Sony, beserta jajarannya, serta peserta yang terdiri dari guru-guru dan anggota sanggar seni.

Pengajar Institut Kesenian Jakarta, Sony menambahkan bahwa pelatihan ini adalah sebagai dasar pengetahuan membatik dengan titik-titik. Dan ini langkah awal bagi mereka dalam mengenal batik. Dapat didasari bahwa dengan titik-titik itu dapat membuat berbagai dimensi dari jenis warna dan motifnya.

“Mudah-mudahan pelatihan ini akan terus dilanjutkan dengan cara yang lebih simpel dan menyenangkan,” harapnya. (ziz)

Betawi Harus Bangkit

Published On: Mon, Dec 28th, 2015

Betawi Harus Bangkit

Bamus Betawi 

DENGAN berkumpulnya 98 Ormas Betawi ini suatu bukti bahwa Betawi harus bangkit. Kebangkitan Betawi, Insya Allah akan dimulai pada agenda Rapat Kerja II Bamus Betawi Tahun 2015 ini yang menitik beratkan kepada evaluasi program kerja baru Bamus Betawi.

Demikian pernyataan Rachmat HS, Fungsionaris Bamus Betawi dan sekaligus panitia penyelenggara kegiatan Rapat Kerja II Bamus Betawi (28/12) di Hotel Sahid Jakarta Pusat. Turut hadir Ketua Majelis Tinggi H. Edy Nalapraya beserta jajarannya, Ketua Umum Bamus Betawi H. Djan Faridz beserta jajarannya dan Ketua Umum 98 Ormas Betawi beserta jajarannya.


Dijelaskannya bahwa titik berat program yang dibahas adalah rancangan peraturan organisasi, rancangan program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat Betawi. “Dengan mengedepankan pendekatan kwantitas dan pendekatan kualitas,” jelasnya.


Menurutnya Bamus Betawi siap melakukan konsolidasi serta revitalisasi organisasi dalam rangka pelestarian kebudayaan Betawi. “Mari kemauan ini sama-sama kita sinergikan untuk Betawi,” harapnya. (ziz)-phs

Diperlukan Eksperimentasi Untuk Mengembangkan Seni Budaya Betawi

Published On: Mon, Nov 9th, 2015

Diperlukan Eksperimentasi Untuk Mengembangkan Seni Budaya Betawi

UNTUK meningkatkan membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan seni budaya Betawi, Pemprov DKI Jakarta melalui Bidang Pengkajian dan Pengembangan Seni Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menyelenggarakan kegiatan Pergelaran Eksperimentasi Seni Budaya Betawi Tahun 2015 (Pencak Silat Maen Pukul Aliran Sabeni Tanah Abang, Tari Zapin, Topeng Blantek).

budaya betawi (ziz)
budaya betawi (ziz)

Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Jumat (6/11/2015) dihadiri oleh Taufik Ahmad, Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta beserta jajarannya, Rachmat Ruchiat, Sejarahwan Betawi, Drs. Yahya Andi Saputra, Tokoh Sastra Lisan Betawi, Atien Kisam, Koreografer dan Sutradara Seni Pertunjukan, Muhamad Taher, Seniman Sastra Arab, Komunitas/Sanggar Seni Budaya Betawi, Siswa/I SMK Se DKI Jakarta, serta warga masyarakat Bale Kambang, Condet, Jakarta Timur.

Terselenggaranya kegiatan tersebut atas kerjasama Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dengan SMKN 13 Jakarta Barat, serta para pengajar diantaranya Budi Sobar, praktisi teater, Anus Irwan, praktisi musik, serta Tarman Tri Darma, praktisi Silat, di Laboratorium Seni Karawitan dan Tari, Bale Kambang, Condet, Jakarta Timur.

Memang kami mengakui bahwa kegiatan ini belum apa-apa, tapi yang jelas barangkali ada benang merah dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya tradisi yang pernah ada di Betawi. Jadi nanti barangkali setelah kegiatan ini ada suatu rekomendasi sebagai acuan dalam pengkajian dan pengembangan seni budaya Betawi ke depan.

“Perlu diketahui bersama bahwa hasil dari kegiatan ini, Insya Allah dalam waktu dekat ini akan kami pentaskan di beberapa kota di Indonesia,” ungkap Taufik Ahmad, Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.

Budi Sobar, praktisi teater yang dalam hal ini sebagai sutradara Topeng Blantek mengatakan bahwa permainan Topeng Blantek ini bermula dari 5 (lima) orang pemuda yang beraktifitas di sawah pulang dari sawah membawa sundung pembawa rumput, membawa ternak, membawa tikar untuk rebahan istirahat, membawa panci untuk ngeliwet disawah.

“Sekali lagi bahwa dengan keberadaan sundung inilah sebagai simbol orang-orang sawah dan begitu juga dengan kain hitam dan kain perca sebagai latar panggung yang menyimbolkan kaum urban,” jelasnya.

Menurut Anus Irwan, praktisi musik sekaligus sutradara pentas tari Zapin bahwa Tari Zapin diiringi dengan musik gambus, biola, marawis, dan sekarang telah ditambah dengan alat musik gitar bas dan akordion sebagai pelengkap. Tari Zapin merupakan tari penghormatan yang mempunyai gerakan mundur yang memiliki filosofi untuk menghormati yang dikhususkan dalam acara (rahat) keluarga/santai dikalangan keluarga keturunan Arab di Indonesia.

“Alhamdulillah sekarang udah menyebar untuk umum dan berkembang pesat di Indonesia,” harapnya.


Tarman Tri Darma, praktisi Silat menambahlan bahwa Pencak silat Betawi yang sering kita kenal dengan orang-orang, penokohan, ulama-ulama, serta pahlawannya. Bela diri ditanah Betawi dikenal dengan sebutan maen pukulan beserta dengan aliran-aliran. Jurusannya dimana setiap kampung mempunyai jurusan dan aliran, salah satunya adalah di Tanah Abang yaitu aliran jurus maen pukulan Sabeni. Sabeni adalah nama salah satu tokoh persilatan yang kondang didaerah Tanah Abang dan sekitarnya.

“Dan aliran Sabeni mempunyai gerakan dan bentuk gerakan yang khas, diantaranya sontokan, sikutan, sentakan, uliran, dan banyak lagi bentuk gerakan lainnya,” tutupnya. (ziz)
Published On: Mon, Nov 9th, 2015

Diperlukan Eksperimentasi Untuk Mengembangkan Seni Budaya Betawi

UNTUK meningkatkan membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan seni budaya Betawi, Pemprov DKI Jakarta melalui Bidang Pengkajian dan Pengembangan Seni Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menyelenggarakan kegiatan Pergelaran Eksperimentasi Seni Budaya Betawi Tahun 2015 (Pencak Silat Maen Pukul Aliran Sabeni Tanah Abang, Tari Zapin, Topeng Blantek).
budaya betawi (ziz)
budaya betawi (ziz)
Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Jumat (6/11/2015) dihadiri oleh Taufik Ahmad, Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta beserta jajarannya, Rachmat Ruchiat, Sejarahwan Betawi, Drs. Yahya Andi Saputra, Tokoh Sastra Lisan Betawi, Atien Kisam, Koreografer dan Sutradara Seni Pertunjukan, Muhamad Taher, Seniman Sastra Arab, Komunitas/Sanggar Seni Budaya Betawi, Siswa/I SMK Se DKI Jakarta, serta warga masyarakat Bale Kambang, Condet, Jakarta Timur.
Terselenggaranya kegiatan tersebut atas kerjasama Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dengan SMKN 13 Jakarta Barat, serta para pengajar diantaranya Budi Sobar, praktisi teater, Anus Irwan, praktisi musik, serta Tarman Tri Darma, praktisi Silat, di Laboratorium Seni Karawitan dan Tari, Bale Kambang, Condet, Jakarta Timur.
Memang kami mengakui bahwa kegiatan ini belum apa-apa, tapi yang jelas barangkali ada benang merah dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya tradisi yang pernah ada di Betawi. Jadi nanti barangkali setelah kegiatan ini ada suatu rekomendasi sebagai acuan dalam pengkajian dan pengembangan seni budaya Betawi ke depan.
“Perlu diketahui bersama bahwa hasil dari kegiatan ini, Insya Allah dalam waktu dekat ini akan kami pentaskan di beberapa kota di Indonesia,” ungkap Taufik Ahmad, Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Budi Sobar, praktisi teater yang dalam hal ini sebagai sutradara Topeng Blantek mengatakan bahwa permainan Topeng Blantek ini bermula dari 5 (lima) orang pemuda yang beraktifitas di sawah pulang dari sawah membawa sundung pembawa rumput, membawa ternak, membawa tikar untuk rebahan istirahat, membawa panci untuk ngeliwet disawah.
“Sekali lagi bahwa dengan keberadaan sundung inilah sebagai simbol orang-orang sawah dan begitu juga dengan kain hitam dan kain perca sebagai latar panggung yang menyimbolkan kaum urban,” jelasnya.
Menurut Anus Irwan, praktisi musik sekaligus sutradara pentas tari Zapin bahwa Tari Zapin diiringi dengan musik gambus, biola, marawis, dan sekarang telah ditambah dengan alat musik gitar bas dan akordion sebagai pelengkap. Tari Zapin merupakan tari penghormatan yang mempunyai gerakan mundur yang memiliki filosofi untuk menghormati yang dikhususkan dalam acara (rahat) keluarga/santai dikalangan keluarga keturunan Arab di Indonesia.
“Alhamdulillah sekarang udah menyebar untuk umum dan berkembang pesat di Indonesia,” harapnya.
Tarman Tri Darma, praktisi Silat menambahlan bahwa Pencak silat Betawi yang sering kita kenal dengan orang-orang, penokohan, ulama-ulama, serta pahlawannya. Bela diri ditanah Betawi dikenal dengan sebutan maen pukulan beserta dengan aliran-aliran. Jurusannya dimana setiap kampung mempunyai jurusan dan aliran, salah satunya adalah di Tanah Abang yaitu aliran jurus maen pukulan Sabeni. Sabeni adalah nama salah satu tokoh persilatan yang kondang didaerah Tanah Abang dan sekitarnya.
“Dan aliran Sabeni mempunyai gerakan dan bentuk gerakan yang khas, diantaranya sontokan, sikutan, sentakan, uliran, dan banyak lagi bentuk gerakan lainnya,” tutupnya. (ziz)

A Kasim Achmad Pembela Seni Teater Tradisi

Published On: Tue, Nov 17th, 2015

A Kasim Achmad Pembela Seni Teater Tradisi

DI Institut Kesenian Jakarta (IKJ), pada waktu ini, bila menengok kepada A Kasim Achmad, maka akan menjadi sumber yang tak ada habis-habisnya, sabar, dan tekun. Sosoknya jadi guru yang selalu membuat kita berfikir kembali tentang seni teater tradisi.

Silaturahmi Seni Institut Kesenian Jakarta 2015 (ist)
Silaturahmi Seni Institut Kesenian Jakarta 2015 (ist)

Demikian pernyataan Dr.Wagiono Sunarto M.Sc, Rektor Institut Kesenian Jakarta dalam testimoninya disela kegiatan Silaturahmi Seni kerjasama Institut Kesenian Jakarta dengan Kemendikbud RI dalam rangka temu kangen bersama tokoh dan pemerhati teater tradisional A Kasim Achmad, di Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur No. 14, Gambir, Jakarta, Rabu (11/11/2015)

Turut hadir A Kasim Achmad, Ibu Edi, Pak Mudji, Pak MJ Maryadi, Pak Amoroso Katamsi, Bu Eli, Pak Yacob, para Dosen Teater, Seni Rupa, dan kawan-kawan mahasiswa Institut Kesenian Jakarta berbagai jurusan.

Dijelaskannya bahwa malam ini kita bersama-sama berkumpul disini karena ada Pak Kasim. Pak Kasim adalah seorang guru sejati, guru bukan sekedar mengajar didepan kelas, tetapi terutama juga guru seterusnya sesudah mahasiswa lulus menjadi alumni tetap belajar dan mendapat banyak petuah dan ilmu dari beliau dan selalu siap memberikan bimbingan kepada siapapun, murid ataupun bukan, berbagi pengetahuan, mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu teater baik tradisi maupun modern, dan masalah kesenian umum Indonesia.

“Mungkin hal yang sangat kita kesankan tentang Pak Kasim adalah bukan saja teater teater tradisi, tetapi teater modern pun Pak Kasim sangat paham dan saya sangat yakin karena beliau adalah dosen di jurusan teater tetapi sebetulnya imej kita tentang Pak Kasim adalah orang yang mempertahankan, memperhatikan, dan membela teater tradisi,” jelasnya.

Kita yang berada di kota besar dalam pesona terhadap ala modern dan kemajuan, lebih-lebih di tahun 70-an pada waktu itu bahwa kita tergoda untuk mengembangkan teater-teater baru, naratif baru, juga seni-seni baru yang lainnya seperti seni rupa, seni musik, dan film yang kemudian berfikir bahwa sudah waktunyalah untuk meninggalkan yang  lama.

“Hal itu bukan saja terjadi pada mahasiswa, tetapi para dosen-dosen muda,” tegasnya.

Kita lupa bahwa kita punya sejarah panjang tentang teater rakyat atau seni-seni tradisi lain baik itu seni visual, seni musik, seni gerak, seni tari, dan juga termasuk seni teater. Dan mungkin pada waktu itu di alam seni tradisi kita tidak terlalu memisah-misah secara tajam menjadi program studi kalau belajar ini tidak belajar itu dan sebagainya. maka hal itu mengalir saja dan di kehidupan yang sesungguhnya teater itu menyuarakan realitas hidup yang sesungguhnya.

“Apapun itu bentuknya, dan teater rakyat justru sebetulnya memberikan kita bacaan tentang apa yang terjadi sesungguhnya di alam pikiran dan apa yang mereka hadapi sehari-hari,” ungkapnya.

Kita juga lupa bahwa dengan mempelajari seni teater tradisi kita bisa beri dimensi yang lebih kaya dan membumi pada pertunjukan kita secara umum artinya juga termasuk yang modern. Bahwa dimana-mana orang selalu kembali lagi menengok kepada jati diri dan kita berasal dari mana.

“Kita lupa bahwa seni modern harus berpijak dan berakar pada realitas seni yang sesungguhnya dan pemahaman juga referensi mengenai teater tradisi merupakan pelajaran yang sangat berharga,” katanya. (ziz)

Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar

Published On: Tue, Oct 20th, 2015

Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar

SOHIBUL Hikayat memiliki ciri utama yakni bernuansa Timur Tengah, ceritanya bisa disisipkan tentang pendidikan, dakwah, dan hiburan asalkan dari cerita satu ke cerita lainnya saling bersambungan. Seperti misalnya cerita Lutung Kasarung bukan Shohibul Hikayat, tetapi cerita Buleng.

 Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar (ziz)

Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar (ziz)

Hal itu dikatakan Rachmat Ruchiat, Budayawan dan Sejarahwan Betawi disela kegiatan Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar (19/10/2015) sejak 19-30 Oktober 2015 di Satuan Pelayanan Latihan Seni Budaya, Jl. Asem Baris No. 100 Kebon Baru Jakarta Selatan
Kegiatan tersebut dibuka langsung I Gusti Bagus Sutarta, Kepala UP Pusat Pelatihan Seni Budaya dengan didampingi Hery dan Acha, Satuan Pelayanan Latihan Seni Budaya Jakarta Selatan, sebagai penyelenggara. Dan juga para pelatih serta asisten pelatih yang berkompetendibidangnya, diantaranya Heryus Saputro, Yoyik Lembayung, Atien Kisam, Sabar Bokir, Yahya Andi Saputra, Abdul Aziz, serta para peserta terdiri dari Siswa/I SMK 57, SMK 28 Oktober, SMK Al Hidayah Lestari dan Komunitas Seni Se Jakarta Selatan.

Menurut Rachmat Ruchiat, Buleng itu sendiri termasuk seni tutur Betawi yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Betawi serta didalamnya disisipi pantun Sunda. Selain itu ada juga Rancag yang berbentuk pantun/syair berkait, walaupun tidak memakai Gambang Kromong terkecuali Gambang Rancag yang harus diiringi oleh Gambang Kromong.

“Kesemuanya itu adalah karya para pendahulu seniman Betawi yang memang penuh dengan kreatifitas tersendiri,” paparnya.

Dengan demikian kesenian tradisi warisan para leluhur kalau tidak dikembangkan akan mati, sudah semestilah kesenian tradisi, khususnya seni sastra lisan Betawi ini harus tetap eksis. Pengembangan itu sendiri mempunya dua arti yaitu merubah bentuk/menyempurnakan bentuk sesuai jaman dan menyebarluaskan.

“Bukan hanya bentuknya saja, tapi harus disebarluaskan sesuai jamannya asalkan tetap berpegang teguh pada tradisi leluhur, artinya bahwa tidak menghilangkan tradisi yang ada,” harapnya. (ziz)

SMU 74 Jakarta Pentaskan “Patung Pak Tani”

Published On: Tue, Aug 18th, 2015

SMU 74 Jakarta Pentaskan “Patung Pak Tani”

SUATU pagi disebuah desa yang damai tampak para petani seperti hari-hari sebelumnya mulai bergegas menuju pengidupannya. Hamparan sawah, pegunungan biru, berselimut kabut dikejauhan mengiringi mereka bekerja menggarap sawah. Ada yang mencangkul, menyabit rumput, membersihkan tegalan, menebar benih padi, semua terasa aman tenteram “gemah ripah loh jinawi”.

pelajar smu 74 jakarta

Suatu saat, ketenangan mereka terusik oleh kehadiran para penjajah yang membawa tahanan pribumi. Semua ketakutan, berusaha mencari perlindungan dibawah todongan senjata. Tak ada yang berani melawan, apalagi membebaskan para tawanan, suasana berubah mencekam.

Dari kejauhan terdengar teriakan-teriakan. Rupanya para pejuang pembebasan tahanan yang dibawa. Para petani mencari perlindungan, bergabung dengan para pejuang sampai akhirnya terjadilah bentrokan. Banyak korban baik di pihak pejuang, petani, maupun penjajah. Tapi para pejuang berhasil memukul mundur para penjajah. Tahanan dibebaskan, petani dan pejuang menolong para korban yang terluka tembak. Terasa kesedihan.

Ternyata penjajah bukannya kalah, tapi kembali membawa pasukan yang lebih banyak lagi. Peperangan sengit pun terjadi. Dari sekumpulan para pejuang, tampak seorang Ibu dan pemuda mencari perlindungan. Sang Ibu memberi semangat pada anaknya agar terus berjuang melawan para penjajah.

Demikianlah penggalan narasi drama kolosal perjuangan tentang “patung pak tani” karya/sutradara Rik A Sakri dengan art/property Pauzi/Aziz yang dipentaskan pada Apel HUT RI ke 70 oleh siswa/I SMU 74 binaan Kodim dan Dewan Guru SMU 74 Jakarta Selatan, di lapangan Kantor Walikota Administrasi Jakarta Selatan, Jl. Prapanca Raya No. 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/8/2015).

Menurut Rik A Sakri bahwa pementasan ini adalah atas prakarsa Kodim dan Dewan Guru SMA 74 Jakarta Selatan yang merupakan salah satu “menjalankan” pesan para pendahulu kita adalah untuk menjaga “ibu pertiwi” agar jangan sampai kita terjajah lagi.

“Maksudnya kita harus punya rasa nasionalisme yang tinggi sebagai bangsa Indonesia,” jelasnya.

Seperti misalnya kita merawat dan memelihara kelestarian peninggalan-peninggalan para pejuang. Dengan demikian kita sudah berbuat sesuatu bagi negeri ini. Jangan berpikir apa yang kita dapat dari negeri ini, tapi apa yang bisa kita berikan untuk negeri ini.

“Kalau korupsi itu kebalikannya, justru itu mementingkan diri sendiri, tidak ada kebersamaan, tidak ada rasa nasionalisme,” ungkapnya. (ziz)