Published On: Tue, Oct 20th, 2015
News | By gapuranews
Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar
SOHIBUL Hikayat memiliki ciri
utama yakni bernuansa Timur Tengah, ceritanya bisa disisipkan tentang
pendidikan, dakwah, dan hiburan asalkan dari cerita satu ke cerita
lainnya saling bersambungan. Seperti misalnya cerita Lutung Kasarung
bukan Shohibul Hikayat, tetapi cerita Buleng.
Hal itu dikatakan Rachmat Ruchiat, Budayawan dan Sejarahwan Betawi disela kegiatan Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar (19/10/2015) sejak 19-30 Oktober 2015 di Satuan Pelayanan Latihan Seni Budaya, Jl. Asem Baris No. 100 Kebon Baru Jakarta Selatan
Kegiatan tersebut dibuka langsung I Gusti Bagus Sutarta, Kepala UP Pusat Pelatihan Seni Budaya dengan didampingi Hery dan Acha, Satuan Pelayanan Latihan Seni Budaya Jakarta Selatan, sebagai penyelenggara. Dan juga para pelatih serta asisten pelatih yang berkompetendibidangnya, diantaranya Heryus Saputro, Yoyik Lembayung, Atien Kisam, Sabar Bokir, Yahya Andi Saputra, Abdul Aziz, serta para peserta terdiri dari Siswa/I SMK 57, SMK 28 Oktober, SMK Al Hidayah Lestari dan Komunitas Seni Se Jakarta Selatan.
Menurut Rachmat Ruchiat, Buleng itu sendiri termasuk seni tutur Betawi yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Betawi serta didalamnya disisipi pantun Sunda. Selain itu ada juga Rancag yang berbentuk pantun/syair berkait, walaupun tidak memakai Gambang Kromong terkecuali Gambang Rancag yang harus diiringi oleh Gambang Kromong.
“Kesemuanya itu adalah karya para pendahulu seniman Betawi yang memang penuh dengan kreatifitas tersendiri,” paparnya.
Dengan demikian kesenian tradisi warisan para leluhur kalau tidak dikembangkan akan mati, sudah semestilah kesenian tradisi, khususnya seni sastra lisan Betawi ini harus tetap eksis. Pengembangan itu sendiri mempunya dua arti yaitu merubah bentuk/menyempurnakan bentuk sesuai jaman dan menyebarluaskan.
“Bukan hanya bentuknya saja, tapi harus disebarluaskan sesuai jamannya asalkan tetap berpegang teguh pada tradisi leluhur, artinya bahwa tidak menghilangkan tradisi yang ada,” harapnya. (ziz)
Hal itu dikatakan Rachmat Ruchiat, Budayawan dan Sejarahwan Betawi disela kegiatan Pelatihan Seni Sastra Lisan Betawi Tingkat Dasar (19/10/2015) sejak 19-30 Oktober 2015 di Satuan Pelayanan Latihan Seni Budaya, Jl. Asem Baris No. 100 Kebon Baru Jakarta Selatan
Kegiatan tersebut dibuka langsung I Gusti Bagus Sutarta, Kepala UP Pusat Pelatihan Seni Budaya dengan didampingi Hery dan Acha, Satuan Pelayanan Latihan Seni Budaya Jakarta Selatan, sebagai penyelenggara. Dan juga para pelatih serta asisten pelatih yang berkompetendibidangnya, diantaranya Heryus Saputro, Yoyik Lembayung, Atien Kisam, Sabar Bokir, Yahya Andi Saputra, Abdul Aziz, serta para peserta terdiri dari Siswa/I SMK 57, SMK 28 Oktober, SMK Al Hidayah Lestari dan Komunitas Seni Se Jakarta Selatan.
Menurut Rachmat Ruchiat, Buleng itu sendiri termasuk seni tutur Betawi yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Betawi serta didalamnya disisipi pantun Sunda. Selain itu ada juga Rancag yang berbentuk pantun/syair berkait, walaupun tidak memakai Gambang Kromong terkecuali Gambang Rancag yang harus diiringi oleh Gambang Kromong.
“Kesemuanya itu adalah karya para pendahulu seniman Betawi yang memang penuh dengan kreatifitas tersendiri,” paparnya.
Dengan demikian kesenian tradisi warisan para leluhur kalau tidak dikembangkan akan mati, sudah semestilah kesenian tradisi, khususnya seni sastra lisan Betawi ini harus tetap eksis. Pengembangan itu sendiri mempunya dua arti yaitu merubah bentuk/menyempurnakan bentuk sesuai jaman dan menyebarluaskan.
“Bukan hanya bentuknya saja, tapi harus disebarluaskan sesuai jamannya asalkan tetap berpegang teguh pada tradisi leluhur, artinya bahwa tidak menghilangkan tradisi yang ada,” harapnya. (ziz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar