Sabtu, 28 Mei 2016

TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI

(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG) 
 
SKRIPSI Fakultas Adab dan Humaniora Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) An. HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008 KONSENTRASI ASIA TENGGARA PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
 
A.  Kondisi perkembangan Seni Topeng Blantek saat sekarang
Sebagai suku asli di Jakarta, Betawi sangat kaya akan seni dan budaya. Namun, tidak semua kesenian Betawi dikenal masyarakat secara luas, termasuk seni Topeng Blantek. Padahal, jauh sebelum kesenian tradisional Betawi seperti gambang kromong, lenong dan lain sebagainya dikenal masyarakat, Topeng Blantek sudah lebih dulu hadir di tengah-tengah masyarakat Betawi. Ciri dari kesenian Topeng Blantek yaitu terdapat tiga buah sundung (kayu yang dirangkai berbentuk segi tiga yang biasa digunakan untuk memikul sayuran, rumput dan lain sebagainya).
Namun, di tengah modernisasi zaman kesenian yang dulu dikenal di kalangan rakyat jelata tersebut saat ini kondisinya hampir punah. Bahkan, keberadaan seniman dan sanggar tari Topeng Blantek boleh dikatakan hidup segan mati tak mau. Ia mengakui, sejak adanya kesenian-kesenian tradisional Betawi lainnya seperti Lenong, Topeng Betawi, Samrah, Gambang Kromong dan lain sebagainya, kesenian Topeng Blantek makin surut pamornya dan akhirnya hilang sama sekali. Saking lamanya kehadiran Topeng Blantek Marhasan tidak tahu kapan kesenian rakyat itu ada. Marhasan yang sejak 1972 malang melintang di Teater Maki-Maki pimpinan Patrick Usman, Sanggar si Barkah dan lainnya hingga 1982 bersama almarhum Usman juga turut mendirikan sanggar Topeng Blantek Pangker Group karena kecintaannya pada kesenian asli Betawi tersebut.[1]
Namun sepeninggalnya Ras Barkah pada 2007, upaya melestarikan Topeng Blantek mulai terkendala modal dan sulitnya mencari generasi penerus dan diperparah dengan tak adanya perhatian dari pemerintah untuk turut melestarikan kesenian Topeng Blantek. Akibatnya, satu-persatu sanggar-sanggar tersebut berguguran. Hingga saat ini untuk wilayah Jakarta Barat saja hanya tersisa empat sanggar. “Dari empat sanggar tersebut dua sanggar boleh dibilang hidup segan mati tak mau. Sebab anggotanya sudah tak tahu ke mana rimbanya,” tutur Marhasan.[2] Nasib yang tidak jauh berbeda juga saat ini dialami sanggar yang dipimpinnya yang bermarkas di Jalan Pangkalan Kramat, RT 01/10, Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, yang beranggotakan 30 orang. Tak adanya modal membuat sanggarnya kesulitan membeli perangkat alat musik baru untuk menggantikan alat yang lama hasil pemberian Sudin Kebudayaan Jakarta Barat. Ditambah kurangnya minat generasi muda, khususnya keturunan Betawi untuk melestarikan budayanya praktis membuat sanggarnya sepi job.
Daya tawar pada seni dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Jika dibandingikan dinamika sosial suatu masyarakat yang berubah sangat membawa pengaruh pada kesenian tradisional. Pada masyarakat modern, kebutuhan akan hidup semakin ke arah modern. Masyarakat modern sudah berpola pikir semakin maju, karena zaman yang semakin canggih. Modernisasi yang terjadi pada masyarakat mempengaruhi keberadaan kesenian tradisional. Pada tahap yang lain dapat berdampak runtuhnya kesenian tradisional. Hal itu terjadi, karena pada dasarnya nuansa modern lebih melihat sisi ke arah masa depan yang semakin berubah. Kesenian tradisional merupakan hal-hal yang sifatnya ketinggalan atau dianggap masih tradisional. Hal tersebut juga sama dengan seni budaya Topeng Blantek yang dianggap tergolong kebudayaan tradisional. Hal itu karena seni Topeng Blantek adalah suatu bentuk hasil dari ide dan karya masyarakat Betawi terdahulu. Terdahulu merupakan kata yang identik tradisional.
Kebudayaan tradisional sejatinya merupakan corak yang menjadi khas pada suatu daerah atau bangsa tertentu. Namun, kondisi masyarakat lebih senang pada sebuah budaya yang sifatnya modern. Hal itulah yang menyebabkan adanya dinamika sosial pada masyarakat terhadap kesenian. Masyarakat disatu sisi tertarik akan budaya-budaya baru yang menyenangkan karena sebagai hiburan. Budaya-budaya luar saat ini masuk secara terbuka dan mudah masyarakat untuk menyaksikannya serta dapat dilihat melalui media masa seperti televisi dan internet. Masyarakat pada konteks saat ini lebih cenderung ingin berubah sesuai dengan zamannya.[3]Perubahan yang terjadi secara luas telah berdampak pada ketidatertarikan masyarakat pada seni budaya tradisional, salah satunya Topeng Blantek ini. Dinamika sosial ini menjadi sebuah bagian dalam kehidupan berkesenian. Kondisi masyarakat Betawi yang tidak peduli atau kurang perhatian terhadap budayanya menunjukkan realitas masyarakat Betawi saat ini. Pada dasarnya masyarakat mengalami evolusi budaya, yaitu perubahan secara besar pada budaya yang terjadi pada masyarakat, khususnya masyarakat Betawi. Perubahan tersebut berdampak pada seni budaya lokal. Oleh sebab itu, dinamika sosial pada masyarakat modern berpengaruh pada keberadaan seni budaya Topeng Blantek yang terjadi di kota besar.
Dunia saat ini sedang mengalami sebuah proses yang dinamakan dengan Globalisasi. Globalisasi merupakan sebuah proses yang saling berhubungan antara siapapun tidak terbatas oleh bidang tertentu. George Ritzer menjelaskan bahwa “Globalisasi kebudayaan adanya sebuah proses hubungan antara budaya lokal dalam dengan global.”[4] Global adalah sesuatu yang sifatnya berasal dari luar bukan lokal. Salah satunya adalah budaya yang berasal dari luar. Hubungan antara kesenian tradisional dengan budaya luar memiliki perbedaan.
Fenomena tersebut dapat mempengaruhi pada terpinggirkannya kesenian tradisional karena globalisasi dapat berpengaruh terhadap pelemahan budaya-budaya lokal, seperti seni budaya Topeng Blantek. Pelemahan tersebut berdampak pada menurunnya kepedulian masyarakat Betawi terhadap budaya lokal. Globalisasi juga membawa perubahan tingkatan dalam masyarakat terutama di Jakarta. Perubahan ini dapat membawa masyarakat yang menuju pada arah menjadi sebuah masyarakat modern. Arus globalisasi dan modernisasi yang semakin tinggi membuat pergeseran pada kalangan masyarakat Betawi di Jakarta.
Pergeseran ini semakin membuat kalangan masyarakat Betawi sekarang menjauhi seni budaya tradisionalnya. Tradisional yang identik dengan keterbelakangan sudah menjadi sesuatu istilah yang ketinggalan zaman. Masyarakat modern lebih menerima respon budaya modern. Hal tersebut berdampak pada seni budaya Topeng Blantek yang tradisional semakin terpinggirkan oleh masyarakat karena globalisasi membawa perubahan pada masyarakat, khususnya masyarakat Betawi termasuk yang ada di wilayah budaya Betawi (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Zaman modern juga berdampak pada keberadaan kesenian tradisional bukan hanya Topeng Blantek, akan tetapi bisa semua. Kemerosotan seni Topeng Blantek secara terbuka juga karena faktor modernisasi budaya akibat globalisasi. Dan dikhawatirkan lambat laun kesenian tradisional akan tergerus dan semakin hilang.”[5]
Adanya kontstelasi juga disebabkan oleh faktor kapitalis sebagai pemilik modal yang memanfaatkan adanya globalisasi dan modernisasi pada kebudayaan yang mengedepankan sisi materialis, sehingga berdampak pada budaya tradisional seperti Topeng Blantek yang semakin redup. Akibat dari hal itu membawa dampak pada kehidupan para seniman yang mayoritas kelas menengah kebawah semàkin tertindas.
Padahal seni budaya Topeng Blantek adalah seni tradisional masyarakat kaum Betawi yang memiliki sebuah nilai. Kesenian Betawi yang berasal dari karya masyarakat Betawi terdahulu. Dalam pertunjukan seni budaya Topeng Blantek tetap menggunakan alat musik sederhana, seperti rebana biang dan gong. Alat-alat musik tersebut masih tergolong sebagai alat musik tradisional. Kesenian tradisional Betawi ini telah pada taraf hampir menghilang. Kehidupan zaman modern membawa masyarakat pada arah modernisasi.
Menurut Suryono Soekanto bahwa “Modernisasi adalah suatu proses perubahan yang menuju pada sistem-sistem sosial budaya yang telah berkembang.”[6]Salah satunya pada seni budaya, mayonitas masyarakat sekarang lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat glamor dan modern, seperti Iebih tertarik untuk menonton konser-konser band yang cenderung ke arah hedonisme. Akan tetapi, melihat kesenian budaya sendiri tidak tertarik karena dianggap kuno dan tradisionalis.
Sekarang ini orang lebih senang melihat tontonan band-band artis top, karena lebih asyik. Daripada nonton kesenian budaya sendiri seperti Topeng Blantek ini yang masih dianggap kuno dan bahkan ketinggalan zaman. Apalagi sekarang zaman semakin modern,  orang-orang lebih senang hal-hal yang modern daripada tradisional, kaya budaya topeng belantek ini.[7]
Seni Topeng Blantek yang berlatar belakang tradisional harus bersaing dengan budaya-budaya modern. Daya tawar pada seni Topeng Blantek membuat kesenian ini dapat bertahan. Daya tawar yang diberikan pada seni budaya Topeng Blantek yaitu nilai. Konsep daya tawar pada seni tersebut menjelaskan bahwa ada sesuatu yang ditawarkan atau diberikan untuk masyarakat. Sesuatu yang ditawarkan tidak hanya sekedar sebuah pertunjukan. Nilai dari proses pemaknaan sosial yang menjadi bagian utama dalam kesenian dikarenakan pertunjukan Topeng Blantek dapat merosot maupun berkembang. Nilai pada seni juga dapat ditambah dari segi kostum, peralatan musik, dan dialog cerita yang terkadang menggunakan bahasa Inggris.
Nilai-nilai yang bersifat pendidikan dan dakwah yang menjadi bagian dan daya tawar pada sebuah seni budaya Topeng Blantek. Daya tawar akan mengarah pada keeksistensian seni Topeng Blantek.
Bertahannya kesenian-kesenian di kota besar menunjukkan bahwa seni memiliki daya tawar. Daya tawar yang membuat seni dapat bertahan juga harus dapat didukung oleh faktor lain. Bagi para seniman bertahannya seni budaya di kota Jakarta membuktikan bahwa masih ada masyarakat yang peduli dan perhatian terhadap seni tersebut. Jadi daya tawar pada sebuah seni dilihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam seni budaya tersebut. Walaupun pada dasarnya seni Topeng Blantek dapat berkembang.
Seni budaya Topeng Blantek yang bersifat tradisional dan terbentuk juga pada saat dahulu. Para seniman sanggar seni budaya Topeng Blantek sendiri jumlahnya cukup sedikit dan akan punah jika tidak pernah ada pertunjukan. Pertunjukan atau pergelaran merupakan sebuah cara untuk menunjukkan bahwa seni budaya ini masih ada. Jadi dilihat secara luas pengaruh globalisasi dan modernisasi sekarang ternyata memberikan dampak bagi seni budaya Topeng Blantek.
Seni budaya Topeng Blantek adalah sebuah kesenian tradisional yang ada di Jakarta. Globalisasi dan modernisasi mempengaruhi kesenian budaya lokal. Walaupun, masyarakat kota Jakarta berubah menjadi modern dan maju, akan tetapi para seniman tetap mempertahankan kesenian tradisional Topeng Blantek. Kesenian budaya Topeng Blantek yang merupakan bagian dan salah satu teater Betawi yang memiliki nilai-nilai sosial yang terkandung. Dalam hal ini nilai yang terkandung pada pementasan kesenian Topeng Blantek yaitu religius dan sosial. Pada pola pendidikan pementasan kesenian Topeng Blantek terbentuk pada beberapa unsur. Pementasan dilakukan oleh para seniman dan pemain yang memiliki modal pada budaya. Modal budaya pada para pemain terdiri dari keterampilan, memiliki ilmu pengetahuan pada seni, dan mengajarkan sebuah nilai yang menjadi tuntunan. Aspek tersebut merupakan modal dalam rnenampilkan pertunjukan kesenian Topeng Blantek. Pertunjukan Topeng Blantek juga menjadi bagian metode pembelajaran. Meskipun, dalam pementasan seni budaya Topeng Blantek diselenggarakan oleh pihak masyarakat dan pemerintah.
Dalam transformasi nilai dilakukan dengan cara penampilan pementasan seni Topeng Blantek. Transformasi nilai tersebut ditujukan untuk para penonton yang melihat acara kesenian Topeng Blantek. Penonton dapat memaknai nilai tersebut berdasarkan penafsiran. Transformasi nilai termasuk dalam ranah proses pembelajaran karena salah satu pembelajaran yang diberikan adalah pemberian nilai-nilai yang diajarkan pada seni. Dalam seni Topeng Blantek nilai dispesifikasi menjadi nilai agama dan sosial. Daya tawar pada kesenian Topeng Blantek terkandung yaitu pada nilai yang diberikan saat penampilan pementasan Topeng Blantek. Pementasan seni Topeng Belantek merupakan cara untuk mempertahankan eksistensi kesenian tradisional Topeng Belantek. Kesenian Topeng Belantek adalah sebuah produk perilaku sosial dan komunitas betawi.Perilaku yang menunjukan unsur nilai khas masyarakat Betawi. Kesenian topeng belantek merupakan bagian dan identitas masyarakat Betawi. Kebertahanan topeng belantek dsebabkan oleh para seniman yang peduli akan senibudaya tradisional. Sanggar ini adalah sanggar seni topeng Belantek yang masih mempertahankan kesenian tersebut. Selain itu, sanggar memiliki peran lain yaitu untuk tempat interaksi berkumpulnya para warga.
Dengan demikian, seluruh masyarakat bertanggung jawab dalam menjaga pelestarian Topeng Blantek demi menuju masyarakat yang menjunjung budaya tradisional(lokal) menjadi bagian dari budaya nasional. Dengan cara memperbanyak pembinaan, pengembangan dan pelestarian budaya tradisional dan membawanya kepentas internasional.


       [1] dikutip dari berita Seputar Betawi News Seni Budaya, Topeng Blantek Kesenian Betawi yang Nyaris Punah Sabtu, 11 Januari 2014 http://seputarbetawinews.blogspot.com/2014/01/seni-budaya.html di akses pada 17 september 2015 02:30
       [2] Marhasan adalah seorang tokoh seni dari pemimpin sanggar pangker group pengganti alm Ras Barkah.
      [3] Dikutip dari catatan Abdul Aziz https://catatanabdulaziz.wordpress.com/2013/10/10/daya-tawar-seni-topeng-blantek/  di akses pada 16 oktober 2015 12:45
        [4] Goerge Ritzerdan Douglas J. Goodman, 2007. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta:Kencana.2007. Hal 634
        [5] Hasil Wawancara, Abdul Aziz, Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, 18 Desember 2015
       [6]Suryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali, 1992, Hal 383
        [7] Hasil Wawancara, Nasir Mupid, Topeng Blantek, Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, 05 desember  2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar