(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG)
SKRIPSI
Fakultas Adab dan Humaniora Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) An.
HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008
KONSENTRASI ASIA TENGGARA PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
A.
Sejarah
Topeng Blantek
Seni
budaya tradisional merupakan bagian dari kehidupan masyrakat. Sama halnya
dengan seni budaya Topeng Blantek yang menjadi bagian dari masyarakat Betawi
dahulu. Masyarakat Betawi yang cinta terhadap seni budayanya, akan peduli pada
kesenian tradisionalnya. Setiap seni budaya memiliki sejarah asal-usul
terbentuknya budaya tersebut. Sejarah itu juga ada pada asal lahirnya seni budaya Topeng Blantek.
Seni budaya Topeng Blantek yang tercipta dari masyarakat Betawi dahulu, Awal
munculnya seni budaya Topeng Blantek pada zaman penjajahan Belanda, sekitar
abad 19. Pada zaman penjajahan Belanda, pergelaran Topeng Blantek sering
dilaksanakan oleh orang-orang Betawi pada saat malam hari. Pada waktu itu
pergelaran Topeng Blantek lebih sering dipertunjukkan, karena pada saat itu
belum banyak seni budaya yang lahir. Para pemain Topeng Blantek disebut panjak.
Mereka yang memainkan Topeng Blantek pada umumnya adalah orang-orang Betawi.
Pergelaran Topeng Blantek saat itu menjadi hiburan rakyat dan para koloni
Belanda. Asal nama Topeng Blantek berasal dari kata Topeng yang artinya
sandiwara dan Blaind Teks yang artinya tanpa teks.[1]
Jadi setiap orang-orang Betawi dahulu menampilkan pertunjukan sandiwara secara
spontas tidak menggunakan teks atau naskah cerita dan terkandung nilai-nilai
didalamnya yang bersifat universal.
Seni
budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia apa lagi masyarakat asli
Betawi . Seni budaya Topeng Blantek memiliki asal-usul sejarah dalam masyarakat
Betawi. Pada saat awal dibentuknya seni budaya ini merupakan seni hiburan yang
diminati masyarakat pada saat itu. Walaupun, pada sekarang ini Topeng Blantek
mengalami kemunduran. Kebertahanan Topeng Blantek di Jakarta salah satunya di
pengaruhi oleh adanya sanggar Betawi yang berlandaskan pada kesenian
tradisional Topeng Blantek. Peran sanggar juga sangat terkait dengan pemiliknya
yang merupakan seniman Betawi. Seniman Betawi merupakan pelopor penggerak
pelestarian terhadap seni budaya. Akan tetapi, hal tersebut perlu dibantu dan
didukung oleh faktor lain. Seni budaya Topeng Blantek merupakan produk
masyarakat Betawi dan sekaligus menjadi media sosial Betawi.
Sebelum lahirnya Topeng Blantek, pertunjukan
Topeng dan Lenong sudah ada. Topeng Blantek lahir karena sisi tolak yang
berbeda antara Topeng dengan Lenong. Saat itu, Lenong merupakan hiburan
masyarakat kelas atas. Sedangkan Topeng merupakan hiburan masyarakat kelas
menengah kebawah. Dari kedua faktor itulah, Topeng Blantek lahir untuk menjadi
seni budaya yang bersifat universal bagi masyarakat. Oleh sebab itu Topeng
Belantek lahir, ketika ada kesenjangan pada masyarakat yang diakibatkan oleh
dua faktor tersebut.
Mengenai
hal tersebut, Abdurrachiem menegaskan,“Topeng Blantek itu lahir dari sebuah
proses keberadaan pertunjukan Topeng dan Lenong. Lenong ditonton oleh masyarakat kelas
atas salah satunya tuan tanah. Sedangkan Topeng untuk kalangan masyarakat kelas
bawah. Dan Topeng Blantek ada sebagai sisi netral atau penyeimbang. Dalam arti
bahwa Topeng Blantek dapat ditonton oleh semua kalangan.”[2]
Walaupun
demikian, Topeng Blantek menjadi salah satu hiburan rakyat yang berasal dari
seni tradisional masyarakat Betawi. Pada awal keberadaannya, Topeng Blantek
dalam pertunjukannya menggunakan obor. Obor di gunakan sebagai alat penerang
dalam pertunjukan dan selalu digunakan oleh tokoh Jantuk, karena dahulu Topeng
Blantek pertunjukannya selalu dimainkan pada malam hari.
Topeng
Blantek berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu,
sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara
sundung dagangannya. Sejak jaman dulu, para penggarap Topeng Blantek kebanyakan
bertani dan berdagang pada siang harinya, itupun jika diantara mereka tidak
manggung pada malam harinya.
Sejak
tahun 1950-an aktivitas Topeng Blantek vakum. Dan mulai tahun 70-an Pemda DKI Jakarta
mulai menggali kembali blantek. Namun setelah banyaknya seni pertunjukan asing
masuk, maka kesenian budaya Betawi semakin menghilang dan diantara kesenian budaya Betawi mulai
dikenal masyarakat Betawi dan ditayangkan kembali oleh TVRI, serta menjadi akrab kembali.
Lebih-lebih Topeng Betawi dan Topeng Blantek yang disajikan diruang terbuka di
halaman dengan arena terbentuk oleh kerumunan para penontonnya hingga merupakan
lingkaran atau tapal kuda jika penonton menghadap ke layar tunggal. Dengan
bentuk yang demikian, maka posisi pemain dan penonton tanpa batas selama
pertunjukan berlangsung. Terkadang terjadi dialog antara para pemain dengan
para penonton secara spontan dalam beberapa saat. Pada dasarnya Topeng Blantek
dengan Topeng Betawi adalah sama. Perbedaannya terletak pada iringan musiknya.
Topeng Betawi diiringi oleh musik Gamelan Topeng berbau gaya Sunda yang
ditambah oleh iringan gesekan Rebab, sedangkan Topeng Blantek diiringi oleh
Rebana Biang yang terdiri dari 3 buah Rebana (Biang, Ketok, Kotek).
Pada tahun 1979 diadakan
lokakarya dan festival Topeng Blantek Kemudian
Pada tahun 1990 an, Pergelaran Topeng Blantek tidak menggunakan teks, sehingga
para pemainnya tidak ada yang membaca teks sebelum pementasan. Namun, sisi
kreatifitas setiap pemain yang menjadi faktor utama untuk menghasilkan sebuah
dialog akan tetap sesuai dengan pembagian tugas pemain berdasarkan tema cerita
yang ada didalam pertunjukan. Penamaan Topeng merupakan adanya tokoh Jantuk
yang selalu menggunakan Topeng. Dahulu beberapa Sanggar Topeng Blantek, banyak
memiliki cerita yang menjadi populer pada zamannya, seperti tabel dibawah ini :
Tabel
Sanggar Topeng Blantek tahun 1990an[3]
NAMA SANGGAR
|
PIMPINAN
|
JUDUL NASKAH
|
Doa
Sumiati
|
Warta
Bin Selli
|
Bodoh
Pinter
|
Edi
Jaya
|
Marta
|
Ketiban
Duren
|
Fajar Ibnu Sena
|
Nasir Mupid
|
Si
Jampang Pengen Jadi Gubenur
|
Kontemporer
Jaya
|
Muhasyim
|
Salah
Colek
|
Tema
cerita yang sering ditampilkan dalarn pementasan Topeng Blantek tentang tokoh
Legenda Betawi, seperti Si Pitung,,
Jampang,, Nyai Dasimah dan lain-lain. Di dalam
pertunjukan Topeng Blantek, selain cerita terkadang ditampilkan tari-tarian.
Tarian yang dipertunjukkan yaitu Ronggeng Blantek, Ngarojeng, Yapong, Topeng
Tunggal, dan tari Betawi lainnya.
Kesenian Topeng Blantek sekarang ini tidak
menggembirakan. Blantek hanya tumbuh dan berkembang di wilayah sekitar Bogor,
khususnya di kampung Bojong Gede, Pondok Rajeg, Citayam, dan Ciseeng.
Regenerasi tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Namun, ada seorang seniman
yang giat berusaha memperkenalkan dan membawa Topeng Blantek diberbagai
pertunjukan seni yaitu Ras Barkah pada eranya Ras Barkah telah membawa kesenian
Topeng Blantek kepuncak kepopulerannyya dalam mengembangakan Kesenian kesenian
Topeng Blantek pada tahun 1994, banyak kesuksesan yang
telah dicapai oleh Ras Barkah terutama membangun yayasan untuk kemajuan
kesenian Topeng Blantek.
Topeng
Blantek merupakan hasil budaya masyarakat Betawi yang pada saat ini
“termarjinalkan” oleh situasi. Topeng Blantek belum diketahui sebagian besar
masyarakat dan berbanding terbalik jika dibandingkan dengan keberadaan Lenong.
Padahal dalam khazanah kebudayaan Betawi, Topeng Blantek menjadi bagian penting
bagi masyarakat Betawi. Karena apa? “Karena didalam pertunjukan Topeng Blantek
terkandung aspek moral, agama dan sosiologi masyarakat Betawi itu sendiri”.
Contohnya bahwa pada setiap pertunjukannya Topeng Blantek bersetting sundung
dan obor. Sundung pada jaman dulu adalah alat paling berharga bagi masyarakat
Betawi dan begitu pula obor adalah simbol perjuangan masyarakat Betawi pada
masa itu.[4]
[1] Journal
On-line, Topeng
Blantek. Tersedia di web http://budaya-indonesia.org/Topeng-Blantek-1/ di
unduh tgl : 17 Desember 2014. 14.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar