Sabtu, 28 Mei 2016

TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI

(STUDI KASUS : SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG) 
 
SKRIPSI Fakultas Adab dan Humaniora Dengan Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) An. HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM. 1111022000008 KONSENTRASI ASIA TENGGARA PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 
JAKARTA 1437 H/ 2016 M.
 
BAB II
ASAL-USUL MASYARAKAT BETAWI
 
A.       Asal-Usul Kata Betawi dan Sejarahnya Suku Betawi
1.          Asal Usul Kata Betawi
sebelum menjelaskan sejarah asal usulnya Betawi penulis terlebih dahulu menjelaskan asal usul kata Betawi, ada banyak versi tentang asal usul kata  Betawi. Yang pertama, kata “Betawi” berasal Batavia juga dipertanyakan kebenarannya karena vocal ia dalam logat Betawi tetap diucapkan ia,misal rupia, mulia, rumbia tidak menjadi rupi, muli atau rumba. Begitu pula tidak terjadi perubahan konsonan huruf p,v dan f  menjadi w, kecuali b yang dapat berubah menjadi w seperti bates menjadi wates. Tidak mungkin Batavia menjadi Betawi. Dalam kalimat bahasa Arab pun Batavia tertulis bat a fa alif ya sedangkan Betawi tertulis bat a alif waw ya.[1] Diucapkan berulang-ulang pun kata Batavia tidak menjadi Betawi. Karena yang menyebutkan bahwa  nama Betawi Cuma berasal dari plesetan saja. kata Betawi  = Batavia yang susah di ucapkan oleh penduduk lokal saat itu. Kata Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh JP. Coen untuk kota yang harus di banun pada awal kekuasaan VOC dijakarta pada abad ke-19.
Versi kedua menyebutkan bahwa kata Betawi berasal dari kata “Bau tai  juga sangat tidak rasional dan ilmiah.  Hal itu muncul secara tiba-tiba ketika para penjajah Belanda melewati kota Batavia dan tercium aroma kotoran atau ketika para pejuang melempar kotoran kearah  pasukan penjajahan. Kemudian berteriak “mambet tahi !!!”(Bau Tai) dari teriakan itu lah kemudian lahir nama Betawi, kisah ini menjai terkenal dan terdapat dalam dongen-dongeng tradisional jawa seperti Babad Tanah Jawidan kitab Serat Baron Sakender disebutkan bahwa Kota Batavia yang dapat dibagi menjadi dua kata yakni kata yahi dan intan.
Versi ketiga kemungkina ada tiga kata asal nama Betawi. Pertama berasal dari Pitawi, bahasa Melayu Polynesia Purba yang berarti larangan. Perkataan ini mengacu pada komplek pembangunan yang sangat dihormati di Batu Jaya (Pakis, Jaya, Karawangan). Kedua, Betawi berasal dari bahasa Melayu Brunei Betawi yang diartikan giwang. Dalam ekskavasi di babelan Bekasi banyak ditemukan giwang dari abad 11 M. Keempat, Betawi berasal dari Flora guling Betawi cassia glauca, family papillonnaceae. Ini jenis tanaman perduyang kayunya bulat, guling. Kayunya mudah diraut dan kokoh sehingga banyak digunakan untuk ganging keris dan pisau. Kemungkinan yang kempat lah kata betawi ini berasal dari jenis tanaman yang disebut guling Betawi yang banyak tumbuh di Nusa Kelapa (Sunda Kelapa/ Batavia) tanaman ini juga tumbuh di pulau jawa dan Kalimantan yang di Kapuas Hulu Klaimantan Barat tanaman ini di sebut bekawi.[2] Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.[3] Kendati tiga kemungkinan yang digulirkan Ridwan Saidi tersebut masih perlu diteleti lagi lebih dalam akan tetapi kata Betawi pertama kali muncul dalam Babad Tanah Jawa kemudian pada dokumen tertulis dalam testamen  Nyai Inqua, janda Souw Beng Kong.
Betawi termasuk delapan besar suku-suku bangsa Hindia Belanda. Batavian dalam naskah Eropa adalah orang-orang Belanda yang berdiam di kota Inten.[4] Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan".[5] Kemudian juga penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang pada masa hindia belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama Pemoeda Kaoem Betawi yang lahir pada tahun 1923.[6]

2.         Sejarah Asal Usul Betawi
Terlepas dari perdebatan asal-usul kata Betawi selanjutnya mengenai sejarah asal-usul Masyarkat Betawi yang diawali oleh orang sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam kerajaan Tarumanegara yang berdiri sejak abad ke-5 masehi.[7] serta kemudian pakuan pajajaran orang Protugis sering menyebut Qumda. kerajaan ini didirikan pada masa pemerintahan Sribaduga Maharaja pada  abad ke-14 Masehi[8]. Selain orang sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di Semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja kerajaan sunda) dengan Henrigue Leme utusan Gubenur Malaka Portugis Jorge d’Albuqquerque pada tanggal 21 Agustus 1512, bangsa Portugis mendapat izin mendirikan pos perdagangan di Sunda Kelapa dan Raja Penjajaran bersedia menukar berkapal-kapal lada dengan barang-barang Portugis. Sebagai tanda Persahabatan, Raja Penajajran berjanji setiap tahun akan menghadiahkan 1000 karung lada untuk Raja Portugis.[9] kemudian Raja Pajajaran membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran portugis. Protugis bukan bangsa asing yang pertama yang berdagang di Nusantara. Berabad-abad sebelumnya bangsa Cina dan Arab sudah biasa mengangkut rempa-rempah untuk di perdagangakan ke Eropa.[10]
Pada 30 Mei 1619 VOC kota Jayakarta berhasil direbut oleh VOC dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen, sebelumnya Sunda Kelapa telah dikuasai oleh fatahillah, yang berhasil menyerang dan mengusir armada Protugis di Bandar Kelapa maka panglima Demak tersebut merubah nama Sunda Kelapa Menjadi Jayakarta[11] yang berarti Kemenangan Murni,[12] peristiwa tersebut dikarenakan merasa perjanjian antar Portugis itu sebagai bom waktu, ancaman dan hambatan besar bagi perdagangan dan politik kerajaan Islam Demak.[13]Fatahillah adalah tentara muslim pertama yang menaklukkan Banten dan kemudian mengusai Sunda Kelapa dari Pajajaran pada tahun 1527.[14] Kemudian setelah Jayakarta telah dikuasai oleh VOC. Jan Pieterzoon Coen membangun kota baru di atas reruntuhan itu dan diberi nama Batavia, dan dijadikan sebagai pusat Kolonial Belanda di Indonesia seja itulah Brlanda mulai membangun kota Batavia dengan gaya Barat. Untuk itu Coen mendatangkan budak dari berbagai penjuru Nusantara, juga dari luar, seperti Arakan (Burma), Andaman, dan Malabar (India). Selain itu kedatangan orang-orang mendapat sambutan yang baik oleh VOC, orang Cina ini tidak hanya berfungsi sebagai pedagang tetapi juga sebagai petani penggarap tanah di wilyah Onmelanden (daerah pedalaman sekitar Batavia).[15]
VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan. Hanya orang-orang Belanda dan para pegawai serta budak-budaknya saja yang boleh tinggal didalam kota Batavia. Kota itu dikelilingi oleh pagar dan tembok besar yang tinggi dan kokoh.
Dalam perkembangannya, nama Jayakarta pun berubah menjadi Jakarta, dan kemudian ditetapkan pemerintah sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perindustrian, serta pusat kebudayaan. Sedangkan tanggal 22 Juni, yakni tanggal direbutnya kembali Sunda Kelapa oleh Fatahillah, ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Jakarta. Setiap Tanggal tersebut, Seluruh warga Jakarta memperingati hari jadi kotanya dengan berbagai atraksi dan acara yang meriah.


       [1]Ridwan Saidi, Riwayat Tanjung Priok dan tempat-tempat lama di Jakarta, Perkumpulan Renaissance Indonesia, Jakarta, 2010, hal 60-61
       [2] Ibid,.
       [3] [3]Emot Rahmat Taendiftia et. al, Gado-Gado Betawi : Masyrakat Betawi dan Ragam Budayanya, Jakarta: Grasindo, 1996. Hal
        [4] Ibid., hal 96-97
         [5] Knoerr, Jacqueline Im Spannungsfeld von Traditionalität und Modernität: Die Orang Betawi und Betawi-ness in Jakarta, Zeitschrift für Ethnologie 128 (2), 2002, hal. 203–221
        [6] ibid
        [7] Sugimun, Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota proklamasi, Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Jakarta, 1988. Hal. 31
        [8] Ayat. Rohaedi. Tarumanegara dalam Sejarah Jawa Barat dari Masa Prasejarah hingga Masa Penyebaran Agama islam. Bandung : proyek Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1975. Hal 31
       [9] Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten,  Jakarta: Djambatan, 1983. Hal 81
       [10]Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2000. Hal 38
       [11] Anwarudin, Harapan, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta: APM, 2006. Hal 15
       [12] Nama tersebut terinspirasi dari ayat al-Qur’an Inna Fatahna Laka Fathan Mubinna (surat al-Fath, ayat 1) dan kemenangan Rasullah atas Makkah pada bulan Ramadhan 8 Hijriah/ Januari 630. Dalam buku Soekanto, Dari Djakarta ke Djakarta, Jakarta: Penerbit Soeroengan, 1954. Hal 60  
      [13] Sejarah Daerah DKI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978. Hal  32
      [14] R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, Jakarta: Kansius, Yogyakarta, 1973. hal 56
      [15] Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Loggos, 2002. Hal 11-13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar