Published On: Tue, Nov 17th, 2015
News | By gapuranews
DI Institut Kesenian Jakarta
(IKJ), pada waktu ini, bila menengok kepada A Kasim Achmad, maka akan
menjadi sumber yang tak ada habis-habisnya, sabar, dan tekun. Sosoknya
jadi guru yang selalu membuat kita berfikir kembali tentang seni teater
tradisi.
Demikian pernyataan Dr.Wagiono Sunarto
M.Sc, Rektor Institut Kesenian Jakarta dalam testimoninya disela
kegiatan Silaturahmi Seni kerjasama Institut Kesenian Jakarta dengan
Kemendikbud RI dalam rangka temu kangen bersama tokoh dan pemerhati
teater tradisional A Kasim Achmad, di Galeri Nasional, Jalan Medan
Merdeka Timur No. 14, Gambir, Jakarta, Rabu (11/11/2015).
Turut hadir A Kasim Achmad, Ibu Edi, Pak
Mudji, Pak MJ Maryadi, Pak Amoroso Katamsi, Bu Eli, Pak Yacob, para
Dosen Teater, Seni Rupa, dan kawan-kawan mahasiswa Institut Kesenian
Jakarta berbagai jurusan.
Dijelaskannya bahwa malam ini kita
bersama-sama berkumpul disini karena ada Pak Kasim. Pak Kasim adalah
seorang guru sejati, guru bukan sekedar mengajar didepan kelas, tetapi
terutama juga guru seterusnya sesudah mahasiswa lulus menjadi alumni
tetap belajar dan mendapat banyak petuah dan ilmu dari beliau dan selalu
siap memberikan bimbingan kepada siapapun, murid ataupun bukan, berbagi
pengetahuan, mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu
teater baik tradisi maupun modern, dan masalah kesenian umum Indonesia.
“Mungkin hal yang sangat kita kesankan
tentang Pak Kasim adalah bukan saja teater teater tradisi, tetapi teater
modern pun Pak Kasim sangat paham dan saya sangat yakin karena beliau
adalah dosen di jurusan teater tetapi sebetulnya imej kita tentang Pak
Kasim adalah orang yang mempertahankan, memperhatikan, dan membela
teater tradisi,” jelasnya.
Kita yang berada di kota besar dalam
pesona terhadap ala modern dan kemajuan, lebih-lebih di tahun 70-an pada
waktu itu bahwa kita tergoda untuk mengembangkan teater-teater baru,
naratif baru, juga seni-seni baru yang lainnya seperti seni rupa, seni
musik, dan film yang kemudian berfikir bahwa sudah waktunyalah untuk
meninggalkan yang lama.
“Hal itu bukan saja terjadi pada mahasiswa, tetapi para dosen-dosen muda,” tegasnya.
Kita lupa bahwa kita punya sejarah
panjang tentang teater rakyat atau seni-seni tradisi lain baik itu seni
visual, seni musik, seni gerak, seni tari, dan juga termasuk seni
teater. Dan mungkin pada waktu itu di alam seni tradisi kita tidak
terlalu memisah-misah secara tajam menjadi program studi kalau belajar
ini tidak belajar itu dan sebagainya. maka hal itu mengalir saja dan di
kehidupan yang sesungguhnya teater itu menyuarakan realitas hidup yang
sesungguhnya.
“Apapun itu bentuknya, dan teater rakyat
justru sebetulnya memberikan kita bacaan tentang apa yang terjadi
sesungguhnya di alam pikiran dan apa yang mereka hadapi sehari-hari,”
ungkapnya.
Kita juga lupa bahwa dengan mempelajari
seni teater tradisi kita bisa beri dimensi yang lebih kaya dan membumi
pada pertunjukan kita secara umum artinya juga termasuk yang modern.
Bahwa dimana-mana orang selalu kembali lagi menengok kepada jati diri
dan kita berasal dari mana.
“Kita lupa bahwa seni modern harus
berpijak dan berakar pada realitas seni yang sesungguhnya dan pemahaman
juga referensi mengenai teater tradisi merupakan pelajaran yang sangat
berharga,” katanya. (ziz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar