Sejarah Singkat Topeng Blantek
Topeng Blantek
merupakan teater rakyat Betawi yang kini hampir tidak dikenal
masyarakat luas. Hanya sebagian masyarakat Betawi yang mengetahui teater
rakyat Topeng Blantek.
Asal-usul
nama kesenian ini berasal dari dua kata, yaitu topeng dan blantek.
Istilah topeng berasal dari bahasa Tiongkok di zaman Dinasti Ming.
Topeng asal kata dari to dan peng. To artinya sandi dan peng artinya
wara. Kata Topeng bila dijabarkan berarti sandiwara. Sedangkan ada
beberapa pendapat tentang kata Blantek. Ada yang mengatakan berasal dari
bunyi-bunyian musik yang mengiringinya, yaitu rebana biang, dua rebana
biang dan satu rebana kotek yang menghasilkan bunyi, ‘blang-blang
tek-tek’. Namun karena pengaruh lafal lidah masyarakat lokal, munculah
istilah Blantek. Pendapat lainnya mengatakan, asal nama Blantek berasal
dari bahasa Inggris, yaitu blindtext, yang berarti buta naskah.
Sastra Pada Topeng Blantek
Topeng Blantek memiliki sastra dan bahasa tersendiri dalam pertunjukannya. Sastra pada Topeng Blantek
ini memiliki ciri khas sebagai berikut: bahasa yang digunakan, cerita
yang dibawakan, penggarapan cerita, alur cerita, dan pantun dalam
pertunjukannya.
Bahasa
yang digunakan adalah bahasa keseharian masyarakat Jakarta yang dikenal
dengan sebutan bahasa Betawi dan Sunda. Betawi memiliki daerah atau
lingkungan bahasa suku kentalnya, yang terdiri dari Betawi tengah dan
Betawi pinggir. Bahasa Betawi tengah cirinya setiap kata-kata yang
berakhiran vokal A diganti menjadi vokal E, misalnya kata kemana menjadi
kemane. Pada bahasa Betawi pinggir cirinya setiap kata-kata yang
berakhiran vokal A diganti menjadi vokal AH, misalnya : kata kenapa
menjadi kenapah dan orang Betawi pinggir menyingkat kata tersebut
menjadi napah.
Bukan hanya bahasa Betawi pinggir saja yang digunakan oleh pelaku Topeng Blantek, terdapat pula bahasa Sunda keseharian yang kasar dalam pertunjukan Topeng Blantek, misalnya : kehet, piru yaitu cacian atau bahasa Sunda kasar yang biasa digunakan masyarakat Betawi.
Unsur-unsur Cerita Topeng Blantek antara lain:
•
Cerita yang dibawakan biasanya cerita rakyat Betawi, cerita legenda
Betawi (misalnya: Pitung, Jampang Mayang Sari, si Jantuk, dan
lain-lain).
•
Cerita yang dibawakan bisa cerita apa saja yang penting ada tokoh
Jantuk yang menjadi narator atau dalang Topeng Blantek (bahkan cerita
teater modern sudah sering dibawakan Topeng Blantek tetapi harus diadaptasi ulang ke dalam bentuk cerita rakyat Betawi).
• Cerita dari pertunjukan Topeng Blantek tidak memiliki naskah yang tertulis. Pada perkembangan Topeng Blantek
zaman sekarang, cerita tersebut memiliki naskah yang tertulis dan
naskah tersebut hanya bagian plot-plot sebagai alur cerita untuk para
pemain, ada pula yang sudah menggunakan naskah tertulis dengan dialog
yang rapih tetapi biasanya pemain Topeng Blantek tidak
terbiasa untuk mengikuti dialog atau kata- kata yang tertulis di dalam
naskah tersebut, mereka lebih terbiasa dengan improvisasi dari cerita folklore (cerita rakyat turun-temurun).
(Gambar kostum Topeng Blantek yang memiliki unsur budaya Tiongkok dan berwarna cerah)
(Gambar kostum pencak silat Topeng Blantek)
(Gambar Tata Rias karakter Topeng Blantek)
(Gambar Tata Rias natural Topeng Blantek)
(Gambar Topeng yang digunakan pada pertunjukan Topeng Blantek)
(Gambar Topeng tokoh Jantuk dalam Topeng Blantek)
Gaya Dan Struktur Pertunjukan Topeng Blantek
Gaya dan Struktur pertunjukan Topeng Blantek merupakan bentuk penyajian dan pertunjukan Topeng Blantek. Bentuk yang dimaksud ialah bentuk dan awal pertunjukan dimulai, hingga akhir dan pertunjukan Topeng Blantek.
Gaya dan Struktur pertunjukan Topeng Blantek:
Topeng Blantek, salah satu kesenian teater rakyat budaya Betawi yang masih tetap bertahan di kota Jakarta. Meski Topeng Blantek sifatnya selalu berubah-ubah dan berkembang, namun Topeng Blantek
memiliki pakem-pekem dan bentuk dan para seniman Topeng Blantek.Untuk
dapat dilestarikan dan dinikmati oleh masyarakat luas, Topeng Blantek
mengikuti perkembangan pada zamannya. Kesenian Topeng Blantek
ini tetap memiliki pakem-pakem dan ciri khas yang dapat dikenal oleh
banyak masyarakat luas dan akan terus berkembang tanpa harus
menghilangkan pakem-pakem yang sudah dibuat oleh para senimannya. (Abdul Azis)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. Kasim. 2006. Mengenal Teater Tradisional di Indinesia. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Berita Jakarta Article “Topeng Blantek Hampir Punah” (http://www.beritajakarta.com/2OO8/id
/berita_detail.aspnNewsld=45077).
Dahana, Radhar Panca. 2000. Homo Theafricus.Magelang: Indonesia Tera.
Djarot, Slamet Rahardjo. 2008 Membangun tokoh - Constatin Stanislavski. Jakarta: PT Gramedia.
Endraswara, Surwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS.
Harymawan. 1993. Dramaturgi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
HTN Alat Pertanian Article “Panjak” (http://htn-alatpertanian.blogspot.com/2011/03/panjak)
Ruchiat, Rahmat. 1991 Asal Usul Jakarta.Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI.
Sitorus, Eka. 2003. The Art OfActing, Seni Peran Untuk Teater, Film & TV.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sastrapraja, Nurhadi. 2002. Ragam Budaya Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI.
Selasar Bahasa dan Sastra Indonesia Article “Unsur-Unsur Drama” (http://bektipatria.wordpress.com/rnateri).
Sjahrial. 2000. Seni Budaya Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI.
Tambayong, Yapi. 2011. Akting Susah Susah Gampang, Gampang Gampang Susah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia. Purwoharjo, Samigaluh: Pustaka Gondho Suli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar