Published On: Tue, Oct 13th, 2015
ABDUL Kodir anak Bapak Abdul Salam
yang kaya raya di masa Kerajaan Jayakarta. Singkat cerita, Abdul Kodir
yang baru berusia 7 tahun sangat suka dengan binatang kucing.
Sampai-sampai Abdul Kodir memelihara hingga 73 ekor binatang kucing dan
yang paling didemenin adalah binatang kucing belang tiga yang udah
dikebiri. Konon menurut orang Betawi, binatang kucing belang tiga yang
udah dikebiri sangatlah sakti.
Begitulah penggalan Hikayat Abdul Kodir
yang disampein Bang Yahya Andi Saputra tokoh Shohibul Hikayat yang belum
lama menerima Anugerah Budaya Kemendikbud RI melalui Dirjen Kebudayaan
sebagai pelestari seni budaya tersebut pada kegiatan Revitalisasi
Shohibul Hikayat yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI mulai 12 – 17 Oktober 2015 di Gedung
Pusat Laboratorium Tari & Kesenian Karawitan Condet, Jl Balai Rakyat
No 64 Balekambang, Condet, Jakarta Timur.
Turut hadir Bang Atien Kisang (Praktisi
Seni Betawi), Nasir Mupid (Praktisi Seni Betawi), Panitia Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI, mahasiswa/I UHAMKA dan
pelaku seni lainnya sebagai peserta kegiatan tersebut.
Disela kegiatan Bang Yahya Andi Saputra
mengatakan bahwa Shohibul Hikayat adalah seni pelipur lara (Melayu) dan
dapat diartikan yaitu Shohib yang artinya Si Tukang/Punya dan Hikayat
yang berarti Cerita, jika digabungkan dapat berarti Si Tukang/Punya
Cerita.
“Sebagaimana Stand Up Comedy yang sedang
booming dan dapat pula kita sebut Hikayat yang disampaikan dan diambil
dari Shohibul Hikayat bagian-bagian humornya saja. Atau bias juga
dikatan bahwa Stand Up Komedi adalah Shohibul Hikayat Banyolan,”
ujarnya.
Namun bila kembali kita berbicara
mengenai Shohibul Hikayat lengkap, kita dapat melihat atau pun membaca
naskah-naskah Hikayat yang ditulis oleh Muhammad Bakir sekitar tahun
1800-an yang berjumlah 40 Hikayat. Diantara Hikayat tersebut adalah
Hikayat Lakon Jaka Sakura, Hikayat Asal Mulanya Wayang, Syair Cerita
Wayang, Wayang Atjuna, Hikayat Purusara, Hikayat Seri Rama, serta
Hikayat Syekh Abdulkadir Jaelani.
Shohibul Hikayat bisa dikembangkan
(eksplorasi) dengan menggunakan nyanyian atau pun pantun dan dengan
bahasa “alay” asalkan jangan “lebay” serta mengalir sesuai perkembangan
yang ada, fleksibel sesuai kondisi.
“Selain itu, pewarisan Shohibul Hikayat
di sekolah harus ada modul dan kurikulum. Namun demikian tidak
seluruhnya dapat memadai karena sesuai dengan kemampuan individu
penyampai Hikayat tersebut,” katanya. (ms/ziz/gr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar